Senin 02 Oct 2017 10:58 WIB

Merger dan Akuisisi Warnai Perbankan Syariah Kawasan Teluk

Rep: Binti Sholikah/ Red: Nidia Zuraya
Perbankan Syariah (Illustrasi)
Foto: ISLAMIC FINANCE SPOT
Perbankan Syariah (Illustrasi)

EKBIS.CO, DUBAI -- Penggabungan National Bank of Abu Dhabi (NBAD) dan First Gulf Bank (FGB) di Uni Emirat Arab tahun lalu telah memicu sejumlah laporan yang belum dikonfirmasi tentang merger bank yang akan datang di negara-negara teluk (GCC). Namun, sebagian besar laporan ini akhirnya ditolak oleh manajemen bank.

Sementara bankir dan analis mengatakan waktunya sudah matang untuk merger bank lebih banyak di wilayah ini. Mereka mengharapkan lebih banyak kesepakatan merger terjadi di industri perbankan syariah dan takaful.

Menurut UCapital berbasis Muscat, sebagian besar pembicaraan merger yang sedang berlangsung atau dikabarkan terjadi di industri perbankan syariah. Ukuran yang relatif kecil dari bank syariah menjadi salah satu alasan kuat mengapa mereka mempertimbangkan konsolidasi.

Dalam catatan UCapital menyebutkan, ukuran kecil bank syariah merupakan faktor yang lebih memaksa mereka untuk mencari cara bertahan yang berbeda. Begitulah skala empat besar bank konvensional sehingga aset mereka menutupi seluruh aset bank syariah di GCC.

Gabungan aset empat bank konvensional mencapai 621 miliar dolar AS sedangkan aset seluruh bank syariah di GCC mencapai 563 miliar dolar AS pada kuartal kedua tahun 2017. "Oleh karena itu, pembentukan bank-bank Islam yang lebih besar menjadi perlu karena dapat menyaingi tidak hanya bank-bank syariah lainnya di wilayah itu, tapi juga raksasa di sisi konvensional," kata UCapital dalam catatan baru-baru ini, seperti dikutip dari Gulf News, Senin (2/10).

Gelombang terakhir merger di industri perbankan Islam terlihat pada 2012-2013 ketika Dubai Bank bergabung dengan Emirates Islamic Bank dan Capivest, Elaf Bank dan Capital Management House bergabung membentuk Bank Ibdar.

Sebuah rencana penggabungan Kuwait Finance House dan Ahli United Bank diharapkan menghasilkan Bank Islam terbesar kedua di GCC setelah Al Rajhi Bank. Jika merger terwujud, bank gabungan akan ada di dua belas negara. Karena KFH akan menyumbang 64 persen aset gabungan dan dengan asumsi entitas gabungan tersebut akan beroperasi dari Kuwait, maka akan meninggalkan National Bank of Kuwait dan menjadi bank terbesar di Kuwait.

Penggabungan bank Qatar Masraf Al Rayan, Bank Barwa dan Bank Internasional Qatar yang diumumkan tahun lalu telah berjalan dan diperkirakan akan selesai pada akhir tahun ini. Masraf Al Rayan, yang merupakan bank yang mengakuisisi, mengadakan diskusi dengan dua kreditur lainnya untuk menyelesaikan penilaian kesepakatan tersebut.

Sementara menurut lembaga pemeringkat Fitch, banyak yang mengharapkan penggabungan NBAD dan FGB yang berhasil menciptakan template untuk lebih banyak merger di antara bank konvensional. Fitch memperkirakan lonjakan merger dan akuisisi antar bank di negara-negara GCC tidak mungkin karena hambatan struktural, meskipun kondisi pasar yang tampak kondusif.

"Kami percaya bahwa tie-up akan terbatas pada hal-hal yang menciptakan pemain pasar domestik terkemuka atau mengizinkan pemegang saham untuk segera menyadari nilainya pada saat penggabungan," kata Redmond Ramsdale, Direktur Senior Lembaga Keuangan.

Tekanan likuiditas

Bank-bank di seluruh kawasan menghadapi tekanan pada profitabilitas dan likuiditas yang ketat, terutama di negara-negara dimana simpanan sektor publik telah ditarik dari bank untuk menopang keuangan pemerintah yang dilemahkan oleh penurunan harga minyak. UEA, Bahrain dan Oman akan mendapat keuntungan dari konsolidasi karena banyak bank di negara-negara ini tidak memiliki skala yang memadai.

"Meskipun kondisi ini dapat meningkatkan motivasi untuk merger dan akuisisi dan beberapa bank mendiskusikan transaksi potensial, kami yakin selera pemegang saham akan terbatas, mengingat profitabilitas solid bank dan prevalensi pemegang saham lokal besar di beberapa negara anggota GCC," kata Ramsdale.

Beberapa negara hanya memiliki sejumlah kecil bank lokal sehingga membatasi persaingan. Hal itu berarti profitabilitas, meski turun, tetap solid meski ada tekanan makroekonomi dan karena itu cenderung tidak menjadi pendorong merger dan akuisisi (M & A).

"Tidak ada alasan kuat bagi sejumlah besar bank regional untuk segera melakukan merger. Kami tidak berharap untuk melihat banyak kesepakatan M & A di sektor perbankan UEA. Desas-desus yang beredar di pasar kemudian ditolak oleh semua pihak," kata Chief Executive Officer sebuah bank berbasis UEA.

Menurut Fitch, struktur kepemilikan bank GCC juga merupakan batu sandungan bagi persetujuan M & A. Pemegang saham swasta lokal yang mapan seringkali mengendalikan taruhan yang cukup besar dan bank asing hanya memiliki saham minoritas.

Penghematan biaya sering diajukan untuk mendukung kesepakatan tapi ini tidak cukup untuk meyakinkan pemegang saham. Karena pemotongan biaya di GCC itu sulit, dan pemegang saham cenderung memiliki tujuan jangka pendek seperti realisasi uang tunai. Kesepakatan M & A jauh lebih mungkin untuk diselesaikan jika mereka menciptakan pemimpin pasar domestik.

Menjadi bank yang lebih besar memperkuat hubungan dengan pemerintah melalui arus bisnis, dan pemegang saham juga sering tertarik dengan ketahanan entitas baru yang lebih kuat terhadap risiko kredit atau likuiditas.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement