Sabtu 21 Oct 2017 06:37 WIB

Soal Reklamasi, Susi: Tanya Nelayan Saja, Mau tidak?

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Elba Damhuri
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti saat di forum PBB di Vienna, Senin (25/9).
Foto: KKP
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti saat di forum PBB di Vienna, Senin (25/9).

EKBIS.CO, JAKARTA – Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengklaim telah mendapatkan restu dari pihak-pihak terkait soal keputusannya mencabut moratorium proyek Reklamasi Teluk Jakarta. Klaim tersebut disangkal pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang menekankan, perihal reklamasi Teluk Jakarta harus dikonsultasikan dengan para nelayan.

Susi Pudjiastuti menegaskan, tak mau sembarangan menentukan nasib nelayan yang menggantungkan hidup di sekitar proyek reklamasi Teluk Jakarta. Sebab itu, pemerintah perlu mengajak bicara para nelayan secara langsung sebelum mengambil kebijakan untuk mereka.

"Nelayannya kan kita mesti tanya seperti apa, mau tidak? Tidak bisa kita bicara, 'Oh oke selesai, cabut. Oh ini (proyek reklamasi) jalan, terus nelayan nanti dapat (kompensasi)'," ujar Susi, di rumah dinasnya di Jakarta, Jumat (20/10).

Sejauh ini, Susi juga mengungkapkan, ia belum mengetahui fasilitas apa yang tengah disiapkan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman untuk nelayan. Kendati begitu, Susi menegaskan, apa pun kebijakannya, semua harus berlandaskan pada aturan hukum yang berlaku.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Maritim Luhut Pandjaitan mengklaim, telah mendapat masukan dari berbagai pihak sebelum memutuskan mencabut moratorium Reklamasi yang diterapkan menko kemaritiman sebelumnya, yakni Rizal Ramli.

Selain kajian dari ahli dari Institut Teknologi Bandung (ITB), menurut Luhut, kajian juga dilakukan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) beserta semua kementerian terkait, seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).

Menurut Luhut, ia juga telah mendapat jaminan dari pengembang Pulau G, yakni PT Muara Wisesa Samudra (anak perusahaan Agung Podomoro Group) soal pemenuhan syarat dan izin.

Luhut juga mengatakan, pihaknya juga tengah mempertimbangkan membangun kampung nelayan di Pulau A. Pulau yang lokasinya terluar di Teluk Jakarta tersebut dipilih karena dianggap memiliki akses yang bagus untuk nelayan. \"Kita hitung dengan baik kalau masalah nelayan. Jangan sampai nelayan dirugikan.\"

Terlepas dari kompensasi yang dijanjikan, sejumlah nelayan terus menyuarakan penolakan atas proyek reklamasi Teluk Jakarta. Kelompok Nelayan Tradisional (KNT) Muara Angke, misalnya, sejauh ini tetap menolak dilanjutkannya reklamasi.

“Kalau reklamasi itu dilanjutkan, artinya pemerintah benar-benar tidak peduli pada rakyatnya. Kami KNT, masih tetap tidak mau, dengan cara apa pun,” kata Wakil Ketua KNT Kalil ketika dihubungi //Republika//, Jumat (20/10).

Kalil mengungkapkan, ia dan kawan-kawan telah berjuang menghentikan reklamasi melalui jalur hukum sejak sekitar dua tahun yang lalu untuk menghentikan reklamasi. Namun, ia merasa segala usahanya sia-sia. “Karena reklamasinya tetap dilanjutkan. Ini sangat menusuk, sangat menyakitkan bagi kami,” ujar Kalil.

Komentar berbeda dinyatakan Kusnadi, salah satu juragan nelayan yang bangkrut karena reklamasi. Ia mengatakan, dilanjutkan atau tidaknya reklamasi tidak berpengaruh baginya karena memang usahanya sudah telanjur tak bisa dilanjutkan. “Mau diteruskan atau tidak, kami sudah kena dampaknya. Memang tidak semua nelayan yang kena, yang kena hanya nelayan kecil,” kata Kusnadi ketika dihubungi Republika pada Jumat (20/10).

Tak hanya dari Jakarta, ratusan nelayan dari Desa Lontar, Kabupaten Serang, juga menggugat pencabutan moratorium. Pada Rabu (18/10), mereka menggeruduk Kantor Gubernur Banten memprotes penambangan pasir di lepas pantai desa itu yang disebut untuk keperluan reklamasi Teluk Jakarta.

Para nelayan mengklaim, penambangan yang sempat berhenti ketika moratorium kembali dijalankan beberapa waktu lalu. Akibat penambangan pasir yang kembali berjalan, hasil tangkapan menjadi berkurang dan banyak nelayan yang menganggur.

Duduk bersama

Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno berharap, Pemprov DKI Jakarta dan pemerintah pusat bisa menghargai kewenangan masing-masing terkait reklamasi. "Kita (gubernur dan wakil gubernur terpilih) punya mandat dari rakyat, yaitu menghentikan reklamasi. Pemerintah juga punya posisi. Mari kita duduk sama sama dan kita hargai kewenangan masing masing," Kata Sandiaga di Balai Kota DKI Jakarta, kemarin.

Bagaimanapun, ia menekankan, posisinya tetap konsisten menolak reklamasi. "Posisi kita jelas, itu enggak perlu diragukan lagi. Posisi kita jelas tapi kan sudah ada yang terbangun (di pulau reklamasi) itu yang akan kita selesaikan," lanjut dia.

Sandiaga juga menambahkan, pihaknya tidak terburu-buru menyelesaikan reklamasi selekasnya. Pemprov DKI berencana mengundang pada ahli dari Institut Teknologi Bandung (ITB) mengenai kajian proyek reklamasi.

Menurut Sandiaga, pemerintah perlu memahami dampak-dampak reklamasi. Bagaimana dampak lapangan pekerjaannya, dampak masyarakat kelas menengah ke bawah, juga siapa yang akan merasakan pembangunan pulau tersebut. Ia mengatakan, masalah reklamasi harus betul-betul dikaji secara transparan dan berkeadilan.

(Inas Widyanuratikah/Silvy Dian Setiawan Editor: Fitriyan Zamzami)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement