Rabu 25 Oct 2017 16:21 WIB

BPS: Upah Minimum Provinsi 2018 Naik 8,71 Persen

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
 Ketua BPS Suhariyanto berbicara saat konferensi pers di Jakarta, Kamis (16\2).
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Ketua BPS Suhariyanto berbicara saat konferensi pers di Jakarta, Kamis (16\2).

EKBIS.CO, PADANG -- Besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) untuk 2018 akan mengalami kenaikan sebesar 8,71 persen. Badan Pusat Statistik (BPS) mengonfirmasi bahwa data pertumbuhan ekonomi dan inflasi telah diserahkan kepada Kementerian Tenaga Kerja untuk kemudian digunakan sebagai perhitungan UMP.

Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan, maka perhitungan UMP terbaru menggunakan penjumlahan pertumbuhan ekonomi dan inflasi saat ini, kemudian dikalikan dengan besaran UMP di tahun berjalan saat ini.

"Perlu disadari bahwa pertanyaannya, kalau kita bicarakan 33 provinsi ada yang alami inflasi ada yang alami deflasi. Pertumbuhan ekonomi juga beda-beda. Sehingga kesepakatannya inflasi dan pertumbuhan yang dipakai skala nasional," kata Suhariyanto, Rabu (25/10).

Artinya, besaran inflasi yang digunakan adalah inflasi year on year (yoy) dari September 2016 ke September 2017 sebesar 3,72 persen. Sementara Pertumbuhan ekonomi yang dipakai adalah perhitungan kumulatif selama kuartal 3-4 2016 ditambah kuartal 1-2 2017 dengan angka 4,99 persen.

"Jadinya 8 koma sekian kan. (8,71 persen). Ya itu BPS hanya berikan data inflasi dan data pertumbuhan ekonomi kemudian kami serahkan kepada Kemenaker," kata Suhariyanto.

Menurutnya, perhitungan yang ada saat ini lebih adil bagi pekerja dan perusahaan. Skema perhitungan yang berjalan dua tahun belakangan ini, kata Suhariyanto, meminimalisasi pergesekan antara manajemen perusahaan dan buruh yang sering kali terjadi. "Namun yang bagus adalah bahwa ada jaminan setiap tahun ada kenaikan UMP. Kan stabil ya, daripada tidak dan selalu ada tarik menarik antara buruh dan pengusaha," kata dia.

Penggunaan angka pertumbuhan ekonomi level nasional juga dianggap adil bagi seluruh daerah. Apalagi, ada sejumlah daerah yang pertumbuhan ekonominya minus, seperti Kalimantan Timur yang bergantung pada kinerja perdagangan. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, harga komoditas batu bara dan migas memang sedang lesu.

"Kalau dia dimasukkan (pertumbuhan Kaltim) UMP-nya dia turun dong karena negatif. Kami sadari itu. Ada beberapa provinsi yang alami deflasi juga," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement