EKBIS.CO, JAKARTA -- Kepala Devisi Formalitas Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Didik Sasono Setyadi menjelaskan salah satu alasan mengapa tak banyak perusahaan dalam negeri yang bergerak di sektor hulu karena tingkat resiko yang tinggi. Tak heran jika, bisnis di sektor hulu lebih banyak dikerjakan oleh investor asing.
Sektor kerja hulu mempunyai tingkat resiko yang tinggi. Didik menjelaskan resiko tersebut berada dalam tahap eksplorasi. Bermodal satelit NASA, Indonesia diprediksi mempunyai cadangan minyak dan gas yang cukup berlimpah. Namun, tak jarang juga, deteksi tersebut setelah dibuktikan melalui tahap eksplorasi ternyata tak memiliki kandungan minyak.
"Tingkat keberhasilan ngebor itu hanya 20 persen. Ngebor lima sumur bisa berhasil satu saja itu sudah bagus," ujar Didik di Senayan, Kamis (26/10).
Didik menjelaskan tak hanya resiko yang tinggi, biaya eksplorasi yang harus disiapkan oleh operator hulu berkisar miliaran dolar. Dengan modal yang besar namun tingkat resiko yang tinggi yang menjadi alasan pengusaha dalam negeri tak banyak yang berani berinvestasi di sektor hulu.
"Jadi kalau ada istilah cadangan migas kita dikelola asing itu juga kurang tepat. Mereka yang punya modal kuat," ujar Didik.
Didik menjelaskan bahwa adanya asing yang berada di Blok Blok Migas kita juga bukan berarti mereka memiliki sepenuhnya cadangan tersebut. Mereka hanyalah sebagai operator saja dan mendapat bagian sebagai kompensasi (Production Sharing Contract) eksplorasi.
"Perusahaan asing yang berani gambling soal ini. Perusahaan Indonesia tak berani. Kedaulatan kita masih ada kok." ujar Didik.
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement