EKBIS.CO, JAKARTA -- Nilai tukar dolar AS menguat terhadap hampir semua mata uang di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Terdapat tiga hal utama yang menyebabkan penguatan tersebut.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Doddy Zulverdi mengatakan, faktor pertama adalah adanya indikasi perbaikan ekonomi AS. "Bank sentral AS, the Federal Reserve, akan mulai melakukan normalisasi balance sheet dengan mengurangi kepemilikan instrumen bond. Mereka memandang saatnya mengurangi ekspansi karena ekonomi sudah membaik," ujar Doddy di Jakarta, pada Rabu (1/11).
Sejak September, the Federal Reserve atau the Fed memang telah menekankan akan mengurangi sekitar 4,2 triliun dolar AS kepemilikan obligasi treasury dan sekuritas. Pada tahap pertama pengurangan akan sebanyak 10 miliar dolar AS per bulannya. "Mereka memberikan indikasi Fed Fund Rate akan naik. Indikasinya pada Desember," ujar Doddy.
Pernyataan the Fed tersebut menyebabkan munculnya faktor kedua, yakni tindakan pasar yang menambah portofolio di AS, serta mengurangi portofolio di berbagai negara. Tindakan tersebut juga dilatarbelakangi data-data ekonomi AS yang membaik, seperti menurunnya tingkat pengangguran.
Faktor ketiga adalah prospek reformasi pajak yang dilakukan oleh Presiden AS Donald Trump. Proposal reformasi pajak ini telah diloloskan pada level pertama parlemen AS. Hal tersebut semakin meyakinkan pasar bahwa reformasi pajak akan berjalan. "Hal-hal inilah yang menyebabkan nilai tukar AS menguat terhadap mata uang di seluruh dunia," ujar Doddy.
Selain faktor internal AS, terdapat juga faktor eksternal yang berasal dari Jepang dan Eropa. Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe memiliki strategi untuk memulihkan ekonomi Jepang dengan mendorong Bank Sentral Jepang melakukan quantitative easing. "Oleh karena itu, Yen diprediksikan akan terus rendah," ujar Doddy.
Kondisi di Eropa juga ikut mempengaruhi penguatan dolar AS. Pekan lalu, Bank Sentral Eropa (ECB) mengumumkan akan menurunkan ekspansi moneter. Gubernur ECB Mario Draghi mengatakan bahwa sejak Januari ECB akan mengurangi volume pembelian aset, dari 60 miliar euro per bulan menjadi 30 miliar euro per bulan. Di sisi lain, ia juga berkomitmen bahwa suku bunga masih akan ditahan pada posisi 0 persen hingga ekonomi cukup solid. Hal itu menyebabkan nilai tukar euro melemah. "Artinya, dolar AS menguat kalau negara lain yang menjadi pasangannya kondisinya lemah atau suku bunganya turun," ujar Doddy.