EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) bersama Bank Negara Malaysia (BNM) dan Bank of Thailand (BOT) meluncurkan kerjasama local currency settlement framework atau penggunaan mata uang masing-masing negara dalam transaksi ekspor dan impor. Tujuannya untuk mengurangi ketergantungan terhadap Dolar Amerika Serikat (AS).
Gubernur BI Agus Martowardojo menjelaskan, penggunaan masing-masing mata uang ketika transaksi ekspor dan impor akan menjaga stabilitas sistem keuangan lebih kuat. "Bila transaksi dilakukan oleh dua negara masing-masing, negara akan lebih efisien karena pelaku usaha langsung ke currency tanpa currency ketiga," ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Senin, (11/12).
Berdasarkan data BI, kata Agus, selama ini penggunaan mata uang dolar AS dalam ekspor masih 94 persen. Sedangkan dalam impor, penggunaan kurs dolar AS masih 78 persen.
Lebih lanjut, ia menyebutkan, rata-rata tahunan perdagangan Malaysia sejak 2010 sampai 2016 mencapau 19,5 miliar dolar AS. Dengan rincian 9,3 miliar dolar AS untuk ekspor serta 10,2 miliar AS untuk impor.
Sedangkan rata-rata perdagangan Thailand sejak 2010 sampai 2016 mencapai 15 miliar dolar AS. "Kondisi ini adalah yang kami ingin perbaiki ke depan. Sehingga diverfisikasi dari mata uang bisa sejauh mungkin dilakukan dengan local currency dan akan baik untuk kedua negara," jelas Agus.
Ke depan, ada kemungkinan BI akan menjalin kerjasama serupa dengan negara lain. "Kami akan lihat 10 negara yang punya hubungan eskpor dan impor dengan Indonesia yang terbesar. Kami akan membuka kemungkinan untuk memperluas ini tapi diawali dengan Malyasia dan Thailand," tegas Agus.
Menurutnya, melalui kerjasama tersebut, diversifikasi mata uang untuk transaksi ekpor dan impor akan lebig beragam. "Kemudian secara biaya akan lebih efisien bagi pelaju serta tentu ini bakal menjadi pendalaman pasar keuangan Indonesia," kata Agus.