EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah telah mengumpulkan para pemberi pinjaman dana dari luar negeri, termasuk World Bank dan juga dari Eropa untuk pendanaan pengembangan energi.
"Terus kita usahakan, agar persyaratannya diperlonggar agar pengusaha bisa mendapat akses ke pendanaan berbunga rendah," ujar Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar dalam Pertamina Energi Forum (PEF) 2017 di Jakarta, Rabu (13/12).
Arcandra menjelaskan, pendanaan untuk pengembangan energi terbarukan masih menjadi tantangan, dan terus dicari solusinya. Menurutnya, perbankan dalam negeri memberikan tingkat bunga yang tinggi melampaui 10 persen, sementara bank dari luar negeri menawarkan pinjaman rata-rata dibawah 5 persen.
"Namun biasanya diikuti sejumlah persyaratan seperti masuk dalam kredit ekspor atau menggunakan teknologi dari negara pemberi pinjaman," katanya.
Mengenai peminjam dari luar negeri, lanjut dia, memang ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi, dan kadang persyaratannya terlalu ketat.
Pada kesempatan yang sama, SVP Research & Technology Center PT Pertamina (Persero) Herutama Trikoranto menambahkan bahwa Pertamina sudah sejak lama menekuni bisnis Energi Baru Terbarukan (EBT). Selain mengelola pembangkit panas bumi, bidang lain yang menjadi fokus perusahaan untuk jangka pendek dan menengah yakni panel surya dan tenaga angin, ujar Herutama.
Terkait dengan pengembangan energi terbarukan, Andi Yuliani Paris, anggota DPR Komisi VII yang juga turut hadir menjelaskan, meski ada sejumlah kendala namun minat investor masih tinggi, salah satu yang harus dibahas adalah insentif bagi para investor.
Pembangkit tenaga angin dengan kapasitas 70 MW di Sidrap sudah beroperasi. Kedepannya, Indonesia punya potensi besar untuk arus laut dan gelombang. Sejumlah pengusaha dari Inggris bahkan sudah menyatakan minatnya untuk berinvestasi di pembangkit panel surya dan tenaga angin. "Geothermal juga masih bisa dikembangkan," kata Paris.