EKBIS.CO, JAKARTA -- Penurunan produksi telur ayam ras mengakibatkan kenaikan harga telur di tingkat pasar dari sekitar Rp 21 ribu per kilogram menjadi sekitar Rp 23 ribu per kilogram. Menurut Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia Jawa Timur, Hidayat, kapasitas produksi telur nasional berkurang sebanyak 5-10 persen.
"Harga dari kami sekitar Rp 21 ribu-21.500, sampai Jakarta menjadi Rp 23.800 per kilogram. Paling mahal sekitar Rp 25 ribu eceran. Naiknya karena kapasitas produksinya berkurang," ujar Hidayat kepada Republika.co.id, Selasa (19/12).
Penyebabnya, kata Hidayat, karena virus H9N2 yang menyerang ayam-ayam petelur. Virus ini pada umumnya menyerang ayam-ayam muda dan menyebabkan penurunan produksi menjadi 30-40 persen dari sebelumnya 95 persen. Kemudian selanjutnya hanya naik sekitar 70-80 persen.
"Perkiraan menyerang ayam-ayam muda ada penurunan 30-40 persen. Secara kumulatif turun 5-10 persen," kata Hidayat.
Hal ini menurut Hidayat perlu ditangani segera dengan penyediaan vaksin. Apalagi saat ini setiap akhir tahun banyak permintaan dari Indonesia Timur yang akan merayakan Hari Natal.
Menurut Hidayat pemerintah kurang sigap menangani serangan virus ini. Ia menilai saat ini penyediaan vaksin belum memenuhi semua kebutuhan peternak. "Kita sebagai peternak kan tidak bahagia harga naik begini, karena penyebabnya ayam sakit," kata Hidayat.
Berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), Selasa (19/12), harga rata-rata telur ayam ras secara nasional telah mencapai Rp 25.450 per kilogram. Harga rata-rata telur ayam di Jakarta mencapai Rp 25.650 per kilogram. Harga tertinggi berada di wilayah Papua Rp 37 ribu per kilogram, sedangkan terendah di wilayah Sumatera Utara Rp 18.350 per kilogram.