EKBIS.CO, JAKARTA -- Tak akan ada lagi kapal asing penangkap ikan ilegal yang tertangkap bakal ditenggelamkan. Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan telah meminta meminta Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, untuk menghentikan aksi penenggalaman kapal.
Menko Luhut menganggap aksi penenggelaman kapal asing ilegal yang dilakukan Susi sudah cukup selama tiga tahun terakhir. Sebagai gantinya, Menteri Kelautan diminta untuk meningkatkan produksi ikan nasional dari sisi pengelolaan dan penangkapan. "Tidak ada lagi penenggalaman tahun ini. Cukuplah itu. Fokus sekarang adalah meningkatkan produksi agar ekspor naik," ujar Luhut di Kantornya, Senin (8/1).
Luhut juga mengatakan, pihaknya sudah berkordinasi dengan Susi mengenai hal ini. Luhut mengatakan, kedepan KKP perlu meningkatkan produksi dengan memperbaiki kualitas tangkap. Potensi ikan nasional bisa dimanfaatkan dengan membuat industri dari hulu ke hilir. Jadi bukan lagi pengalengan, atau ditangkap lalu dikirim saja. Bisa sampai pada pengolahan. Atau frozen, jadi kirim langsung ke negara negara tujuan.
Kedepan ia berharap Susi punya konsep yang bisa meningkatkan kualitas dan produksi ikan nasional. "Biar kita liat apa yang dibuat bu susi kedepan," ujar Luhut.
Lalu bagaimana sikap Menteri Susi mengenai larangan penenggelaman kapal? Susi mengatakan, tindakannya atas penenggelaman kapal asing yang mencuri ikan di perairan Indonesia dilandasi undang undang. Hal ini membuat Susi merasa tindakannya itu dilindungi undang-undang dan diketahui Presiden.
"Mohon disosialisasikan mungkin masih banyak yang belum tahu penenggelaman kapal pencuri dan pelarangan ABK asing itu ada diatur dalam UU Perikanan NKRI," ujar Susi melalui akun media sosialnya, Senin (9/1).
Susi mengatakan, langkahnya dalam penenggelaman kapal juga bukan semata mata kemauan dirinya. Ia mengatakan dalam proses penenggelaman kapal ada prosedur yang perlu dilakukan. Prosedur tersebut, kata Susi, melalui putusan hukum yang ada. "Penenggelaman kapal dilaksanakan atau dieksekusi setelah ada putusan hukum dari pengadilan negeri. Bukan kemauan pribadi atau menteri," ujar Susi.
Larangan cantrang
Tak hanya soal penenggelaman kapal, Luhut juga meminta agar Menteri Kelautan tidak lagi melarang penggunaan cantrang oleh nelayan. Dengan dibebaskannya pemakaian cantrang diharapkannya tak akan ada lagi demo yang dilakukan nelayan lokal. "Cantrang sudah diperintahkan supaya jelas statusnya, jangan macam-macam. Wapres sudah beritahu saya juga supaya ini semua dihentikan, jangan ada yang aneh-aneh dulu, seperti sekarang demo-demo," katanya.
Penghapusan larangan cantrang bahkan sudah dirapatkan Luhut bersama Susi. Menurut Luhut, kebijakan mengenai larangan penggunaan cantrang menyebabkan banyaknya aksi nelayan yang protes karena tidak bisa melaut. "Saya bilang jangan ada lagi kebijakan-kebijakan yang membuat nelayan tidak nyaman," katanya.
Di sisi lain, lanjut Luhut, Wakil Presiden Jusuf Kalla sendiri juga mengatakan tidak ingin ada larangan-larangan. "Tapi yang penting, kalau ada misal cantrang akan dibuat, harus ada aturan yang supaya tidak merusak lingkungan," katanya.
Meski secara tersirat meminta larangan cantrang dihentikan, Luhut mengaku akan menyerahkan proses penyelesaian masalah cantrang kepada Menteri Susi. Seusai rapat koordinasi soal cantrang tersebut, Susi sama sekali tidak mau berkomentar.
Larangan penggunaan cantran mengikuti aturan Menteri Kelautan. Ini sesuai Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan (KP) Nomor 2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan API Pukat Hela (Trawl) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik.
Juga mengikuti Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 71 Tahun 2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan yang termasuk dalam kategori pukat hela dan pukat tarik, termasuk cantrang tak lagi diperbolehkan terhitung sejak 1 Januari 2018.
Sayangnya setelah peraturan itu diberlakukan, ribuan nelayan yang menggunakan alat penangkapan ikan (API) tidak ramah lingkungan itu diketahui masih belum mendapatkan bantuan alat tangkap pengganti yang disalurkan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan. Akibatnya ribuan nelayan tidak bisa melaut dan mencari ikan.