Kamis 11 Jan 2018 15:46 WIB

Industri Manufaktur Harus Sigap Hadapi Disruption

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Nidia Zuraya
Mesin-mesin industri dipajang dalam pameran manufaktur di Jakarta
Foto: Antara
Mesin-mesin industri dipajang dalam pameran manufaktur di Jakarta

EKBIS.CO, JAKARTA -- Disruption atau gangguan pada industri manufaktur dapat berakibat negatif bila ada tidak sigap dihadapi, namun sebaliknya mempunyai kesempatan untuk berinovasi dan berevolusi jika melihatnya secara positif.

Menurut Managing Director Proven Force Indonesia (PFI) Suwandi Ardibrata, industri manufaktur saat ini tidak terlepas dari pengaruh tekanan- tekanan teknologi, ekonomi, sosial, lingkungan dan tren pasar yang mulai saling berhubungan satu dengan lainnya dan saling keterkaitan.

"Tidak mudah bagi industri manufaktur untuk mendikte pasar menerima produk yang tergolong usang dan tidak dikemas dengan inovasi," ujar Suwandi Ardibrata dalam CEO Gathering 2018 "15 Tahun PFI Membangun Daya Saing" di Jakarta, Kamis (11/1).

Suwandi menilai perlunya inovasi pada industri manufaktur.Disruption industri manufaktur ini menjadi suatu momentum dan kesempatan untuk berinovasi dan berevolusi, seperti halnya peluang untuk menarik pelanggan baru, pasar baru, sumber material baru dan teknologi baru yang terbuka luas untuk dieksplorasi yang menyediakan kesempatan tanpa batas untuk ekspansi dan berkembang.

Ia menambahkan, ada beberapa kekuatan yang menyebabkan terjadinya disruption pada industri manufaktur, antara lain: pertama, customized demand yaitu perubahan pada permintaan pelanggan yang menginginkan lebih banyak penyesuaian dan personalisasi.

Kedua, produk. Dengan semakin bermunculan manufaktur yang smart dengan konektivitas yang baik, produknya sendiri akan lebih bergeser dari sebelumnya yang 'bodoh menjadi pintar' .

Ketiga, produk yang ekonomis. Metoda manufaktur yang canggih telah mengubah nilai ekonomis dalam berproduksi. Keempat, value chain yang ekonomis, inteligensi dan masukan- masukan yang didukung oleh digitalisasi manufaktur telah merevolusikan nilai ekonomis dari value chain.

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara menilai bahwa korporasi tidak perlu khawatir dengan disruption dari teknologi. Sebab, teknologi hanya merupakan alat bagi disruption, karena disruption yang sebenarnya adalah pola pikir atau bussiness process yang baru.

"Maka dari itu industri harus mencari orang- orang yang mempunyai pemikiran yang selalu mencari cara baru, dengan itu membuat korporasi menjadi memiliki resilience (daya tahan), mempunyai ketahanan terhadap potensi gangguan dari kompetisi," katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement