EKBIS.CO, JAKARTA -- Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mendorong investor lokal terlibat dalam pembangunan infrastruktur melalui skema pembiayaan investasi non-anggaran (PINA). Peran swasta sangat dibutuhkan mengingat keterbatasan anggaran yang dimiliki pemerintah dalam membangun infrastruktur.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menjelaskan, total kebutuhan pembiayaan infrastruktur mencapai Rp 4.769 triliun selama lima tahun (2015-2019). Sumber investasi pemerintah dari APBN dan APBD hanya mampu memenuhi sekitar 41,3 persen atau sebesar Rp 1.969 triliun.
Sisanya berasal dari investasi swasta baik itu asing maupun lokal. "Akan sangat baik kalau investor infrastruktur berasal dari Indonesia, tidak harus BUMN saja, tapi juga bisa perusahaan swasta," kata Bambang dalam keterangannya, Ahad (21/1).
Bahkan, karena infrastruktur merupakan salah satu bisnis yang paling menguntungkan, pemerintah juga mendorong koperasi bisa masuk ke infrastruktur. Masalahnya, ungkap dia, saat ini masih berkembang paradigma masa lalu bahwa pembangunan infrastruktur hanya tugasnya pemerintah. Seolah-olah pembangunan infrastruktur bukan lahannya swasta atau koperasi.
Atas alasan itu, pemerintah mulai intensif memperkenalkan dan mengedukasi bahwa ada bagian dari infrastruktur yang bisa dikerjakan swasta atau koperasi yang tentunya layak dan menguntungkan bagi investornya. Menurut Bambang, pemerintah tidak pilih-pilih atau memprioritaskan negara tertentu dalam mengungan investor untuk membangun infrastruktur. Pemerintah mengundang investor yang berminat dan punya kemampuan, baik itu kemampuan keuangan dan pengalaman.
Dia menjelaskan, skema PINA sudah diterapkan banyak negara seperti Cina, Kanada, dan Australia. Negara-negar tersebut, kata dia, peranan swasta dalam infrastruktur cukup masih karena keterlibatan perusahaan dana pensiun.
Dana-dana pensiun di negara tersebut didorong masuk ke investasi langsung karena tingkat pengembaliannya lebih tinggi dibandingkan deposito. "Disinilah kita perlu mendorong semangat berinvestasi di infrastruktur itu masuk kepada pengelolaan dana jangka panjang kita, khususnya dana pensiun, katanya.
Bambang menegaskan, pemerintah tidak pernah pilih kasih dalam mengundan investor. Selama punya kemampuan pendanaan dan pengalaman mumpuni, investor dipersilakan menggarap proyek infrastruktur. Kita lihat siapa yang punya kemampuan, punya //track record// dan berminat, silakan berpartisipasi untuk menjadi investor pembangunan infrastruktur di Indonesia, tegas Bambang.
Untuk menggenjot investasi swasta dalam pembangunan infrastruktur, Bappenas pertengahan pekan lalu menggelar seminar bertema ''Pembiayaan Proyek Infrastruktur dan Struktur Kerjasama PINA. Pada kesempatan tersebut, Bambang menegaskan pentingnya pembangunan infrastruktur sebagai kunci bagi Indonesia untuk menjadi negara maju.
Apabila kita ingin menjadi negara maju, ujar dia, Indonesia membutuhkan banyak kelengkapan. Salah satu hal yang mendukung mengalirnya modal ke Indonesia dan memberikan dampak bagi perekonomian Indonesia adalah infrastruktur. Sebagai contoh, apabila Indonesia tak mampu mengatasi masalah kemacetan di Jakarta, tingkat pertumbuhan ekonomi akan semakin pelan.
"Lama-lama, infrastruktur bukan lagi menjadi faktor pendukung, tetapi bisa menjadi faktor penghambat pertumbuhan, ujarnya.
Berdasarkan rata-rata standar global, stok infrastruktur terhadap produk domestik bruto (PDB) idealnya 70 persen. Pada 2012 dan mungkin tidak berbeda jauh dengan kondisi saat ini, stok infrastruktur Indonesia terhadap PDB masih 32 persen atau di bawah standar global. Kalau kita bicara negara maju, Jepang itu standar infrastrukturnya di atas 100 persen atau lebih besar daripada PDB-nya. Cina sudah hampir 80 persen," ujar dia.
Menurut Bambang, pembangunan infrastruktur harus dilakukan sedini mungkin. Karena proyek infrastruktur membutuhkan jangka waktu menengah panjang. Sebagai contoh, pembangunan pembangkit listrik membutuhkan waktu tiga hingga empat tahun.