EKBIS.CO, JAKARTA -- Ekonom senior Standard Chartered Bank Indonesia, Aldian Taloputra, menilai dampak dari penghentian sementara atau shutdown operasional pemerintahan di Amerika Serikat tidak terlalu besar bagi Indonesia. "Saya rasa dampak dari shutdown AS ini terbatas, tidak akan besar," kata Aldian ditemui di Jakarta, Senin (22/1).
Ia menjelaskan berhentinya kegiatan pemerintah AS tersebut bukan kali pertama terjadi. Pemerintah AS pernah mengalami shutdown pada 1-16 Oktober 2013. Aldian mengatakan apabila shutdown AS tersebut berlangsung dalam jangka waktu lama, maka akan semakin lama pula pelayanan publik disana tutup.
Hal tersebut dinilainya akan menganggu produktivitas ekonomi AS. "Kami melihat momentum ekonomi di AS masih cukup kuat, sehingga efek bergandanya tidak akan terlalu berpengaruh bagi Indonesia," kata dia.
Bursa Efek Indonesia (BEI) menilai shutdown AS tidak berdampak negatif pada industri pasar modal domestik.
Direktur Utama BEI, Tito Sulistio, mengatakan IHSG tetap mencatatkan kenaikan ketika AS shutdown pada 2013 lalu. Secara historis, lanjut dia, penghentian sementara operasional pemerintahan di Amerika Serikat tidak berlangsung lama sehingga dampaknya tidak akan besar terhadap pasar modal domestik. "Kami rasa shutdown AS paling lama 18 hari," ucap Tito.
Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menjelaskan bahwa shutdown merupakan konsekuensi dari adanya ketidaksepakatan antara Presiden dan Kongres dalam penyusunan anggaran, khususnya terkait pembiayaan.
Bhima menilai penghentian sementara operasional tersebut akan berdampak temporer dan minim ke nilai tukar rupiah. Shutdown di AS diperkirakan berlangsung dari minggu ke empat Januari hingga minggu kedua Februari 2018.