Kamis 25 Jan 2018 19:36 WIB

Ini Kerugian dan Keuntungan Menggunakan Bitcoin

Bitcoin bentuk perlawanan terhadap otoritas moneter akibat krisis ekonomi 2008.

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Nidia Zuraya
Bitcoin.
Foto: Reuters/Benoit Tessier
Bitcoin.

EKBIS.CO, JAKARTA -- Kepala Bidang Stabilitas Sistem Keuangan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Deni Ridwan mengatakan, perkembangan mata uang virtual Bitcoin yang bermula sebagai alat tukar menjadi komoditas investasi memunculkan permasalahan. Ia mengatakan, koin-koin tersebut kemudian diperjualbelikan terutama kepada orang yang tidak bisa menjadi penambang atau miner.

"Karena miner membutuhkan superkomputer yang cukup besar untuk memverifikasi transaksi-transaksi algoritma," ujar Deni dalam Focus Group Discussion tentang Mata Uang Virtual yang digelar Republika di Jakarta, Kamis (25/1).

Deni mengaku, mata uang virtual terutama Bitcoin memiliki keuntungan dan kerugian. Ia mengatakan, mata uang virtual memberikan efisiensi, transparansi, dan resiliensi. Hal ini, ujarnya, karena tidak perlu ada pihak penengah dalam transaksi seperti perbankan.

Menurutnya, keuntungan itu turut memikat minat pengusaha untuk menggunakan mata uang virtual. "Daripada bawa uang tukar ke money changer lebih baik menggunakan virtual currency," ujar Deni.

Selain itu, mata uang virtual juga memiliki manfaat desentralisasi karena tersebar di ribuan server milik para penambang. Hal itu menyebabkan risiko kehilangan data menjadi minim karena terdapat salinan data di server lain.

Layanan mata uang virtual juga tidak hanya dikuasai kalangan perbankan. Deni mengaku, siapa pun bisa terlibat sehingga meningkatkan diversifikasinya.

"Adanya flow of fund yang lebih cepat juga menstimulasi ekspor dan impor menjadi lebih efisien," ujar Deni.

Di luar manfaat tersebut, terdapat pula ancaman kerugian yang mengintai dari penggunaan Bitcoin. Hal itu, kata Deni, karena tidak ada pihak yang mengendalikan dan bertanggung jawab pada mata uang virtual tersebut.

Deni menjelaskan, kelahiran Bitcoin merupakan bentuk perlawanan terhadap otoritas moneter dan bankir akibat krisis keuangan pada 2008. "Mereka tidak percaya dengan bank. Inflasi menggerus uang yang mereka simpan. Mereka akhirnya membuat sistem sendiri dan tidak mau dikontrol," ujarnya.

Selain itu, risiko kejahatan siber juga tetap mengintai. Meski saat ini sistem teknologi blockchain dipercaya cukup tangguh, tetap ada kemungkinan peretasan di kemudian hari.

"Kalau sampai terjadi, akan ada banyak orang yang terdampak," ujar Deni.

Selain itu, tingkat volatilitas tinggi juga menjadi nilai minus. Deni mengaku, semakin banyak masyarakat yang terlibat atau menggunakan Bitcoin akan memberikan masalah sistemik.

"BI sudah sejak awal memberikan peringatan dan Kemenkeu mendukung. Sebenarnya ini //size//-nya masih kecil dan tidak berdampak besar pada sistem keuangan. Tapi sebelum ini membesar dan menjadi masalah kita antisipasi sejak awal," kata Deni.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement