EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Statistik Ketahanan Sosial Badan Pusat Statistik (BPS) Harmawanti Marhaeni mengatakan, rokok memberikan sumbangan yang cukup besar pada garis kemiskinan. Ini terjadi baik di perkotaan maupun di perdesaan.
"Rokok menempati posisi kedua dalam pembelanjaan masyarakat miskin di Indonesia, di bawah beras. Lebih tinggi dari kebutuhan pokok lainnya," kata Wanti dalam jumpa pers yang diadakan Komite Nasional Pengendalian Tembakau di Jakarta, Selasa (30/1).
Wanti mengatakan, hal itu ditemukan dalam survei tentang komoditas yang memberikan pengaruh besar terhadap garis kemiskinan yang dilakukan BPS pada Maret 2017 dan September 2017. BPS membagi komoditas yang dikonsumsi masyarakat miskin di perkotaan menjadi dua jenis, yaitu komoditas makanan dan bukan makanan.
Menurut survei pada Maret 2017, pembelanjaan tertinggi masyarakat miskin di perkotaan adalah beras (20,11 persen) kemudian rokok kretek filter (11,79 persen). Sedangkan di perdesaan, pembelanjaan tertinggi masyarakat miskin adalah beras (26,46 persen) dan rokok kretek filter (11,53 persen).
Posisi ketiga ditempati komoditas bukan makanan, yaitu perumahan dengan persentase 9,01 persen di perkotaan dan 7,30 persen di perdesaan."Persentase konsumsi rokok terhadap total pengeluaran relatif sama antara penduduk miskin maupun tidak miskin. Meskipun untuk kelompok miskin sedikit lebih tinggi persentasenya," tuturnya.
Wanti mengatakan, kemiskinan di Indonesia memang terus menurun tetapi relatif lambat. Indeks kedalaman kemiskinan relatif tetap menunjukkan bahwa rata-rata jarak antara orang miskin dengan garis kemiskinan masih tetap.
"Idealnya jarak ini harus semakin dekat," ujarnya.
Komnas Pengendalian Tembakau mengadakan jumpa pers untuk menanggapi Rancangan Undang-Undang Pertembakauan yang kembali masuk ke dalam Program Legislasi Nasional 2018 di DPR. Komnas Pengendalian Tembakau menilai RUU tersebut sarat dengan kepentingan industri rokok dengan mengabaikan kepentingan kesehatan masyarakat.