EKBIS.CO, Diasuh Oleh: Dr Oni Sahroni, Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Pertanyaan:
Assalamualaikum wr wb.
Pak Ustaz, kami mengelola koperasi syariah, di antara produknya adalah memenuhi kebutuhan anggota yang membutuhkan uang tunai dengan cara menawarkan untuk menjual emas kepada anggota tersebut. Misalnya, anggota membutuhkan uang Rp 20 juta maka kami tawarkan dengan menjual emas sekitar 40 gram secara tidak tunai (mengangsur) seharga sekitar Rp 24 juta dengan angsuran. Setelah itu, anggota akan menjual ke toko emas (atau penjual lainnya) secara tunai, sehingga mendapatkan uang tunai. Bolehkah produk tersebut menurut syariah?
Manajemen Koperasi Syariah X (Depok)
Waalaikumsalam wr wb.
Setelah menelaah skema yang terjadi dalam produk tersebut, maka bisa disimpulkan bahwa produk jual beli emas secara tidak tunai tersebut itu diperbolehkan. Syaratnya, emas yang dijual oleh koperasi sudah ada barangnya dan telah dimiliki sebelum dijual kepada anggota.
Kesimpulan tersebut didasarkan pada beberapa kaidah dan dalil. Pertama, transaksi yang terjadi dalam skema jual beli emas secara tidak tunai tersebut merupakan transaksi antara uang dan barang, bukan uang dengan uang, maka tidak disyaratkan tunai. Dan sebaliknya, jual beli emas tidak tunai itu diperbolehkan.
Kedua, hal ini sebagaimana hadis Ubadah bin ash-Shamit, Rasulullah SAW bersabda, "(Jual beli) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, syair dengan syair, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (dengan syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai.” (HR Muslim, Abu Daud, Tirmizi, Nasa'i, dan Ibn Majah).
Ada juga hadis dari Umar bin Khatthab. Rasulullah SAW bersabda, " (Jual beli) emas dengan perak adalah riba kecuali (dilakukan) secara tunai.” (HR Muslim, Tirmidzi, Nasa'i, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad). Kedua hadis tersebut mewajibkan transaksi antara emas dengan emas harus dilakukan secara tunai.
Ketiga, mazhab Malikiyah dan mazhab Syafi’iyah mengatakan bahwa illat emas dan perak yang ada dalam hadis Ubadah bin Shamit tersebut adalah mata uang (ru’us lil atsman). Oleh karena itu, emas (baik sebagai perhiasan maupun logam mulia) yang ada saat ini, seperti yang diperjualbelikan dalam pertanyaan di atas itu bukan mata uang, tetapi sebagai komoditas sebagaimana pandangan tradisi masyarakat dan otoritas yang menjadi referensi sesuatu itu uang/mata uang atau tidak. (Bidayah al-Mujtahid, Ibnu Rusyd bab riba al-buyu).
Dengan demikian, maka pertukaran antara mata uang dan emas sebagaimana dijalankan pada produk koperasi tersebut tidak diharuskan tunai, tetapi boleh tidak tunai dan tidak termasuk riba jual beli (riba nasa’) karena pertemuan (tukar menukar) antara uang dan barang.
Keempat, harga tidak tunai yang terjadi pada produk tersebut boleh lebih besar daripada harga tunai dengan besaran sesuai kesepakatan (ridha) dan harga pasar (ajrul mitsl). Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah SAW, “Dan kaum Muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (HR Tirmidzi ). Dan kaidah, “Hal baik yg sudah dikenal secara kebiasaan diterima seperti halnya syarat.”
Kelima, produk ini selain terhindar dari praktik ribawi, juga bermanfaat (maslahat) untuk anggota koperasi yang membutuhkan dana tunai untuk kebutuhan yang halal, seperti biaya pendidikan, kebutuhan kesehatan, dan lain-lain. Wallahu a’lam.