Lima tahun terakhir, perkembangan teknologi dan penggunaan pupuk di Indonesia berkembang pesat. “Dulu, petani padi hanya tahu pupuk urea atau TSP, kini petani sudah tahu pentingnya pupuk fungsional seperti silika,” kata Sekretaris Badan Litbang Pertania Prama Yufdi saat Workshop Pupuk Organik dan Anorganik untuk Tingkatkan Produksi Pertanian di kantor Balittanah, Bogor, Jawa Barat, Selasa (20/2).
Menurut Prama, hasil penelitian terakhir terbukti silika berperan penting meningkatkan produksi, terutama untuk famili graminae, seperti padi, tebu, dan jagung. Karena itu, pupuk silika yang dulu belum pernah diatur standar mutunya harus memiliki aturan yang jelas.
“Kini, pupuk silika harus diatur dalam Permentan yang baru,” kata Prama.
Dia menerangkan, aturan sebelumnya dalam Permentan Nomor 43/Permentan/SP.140/8/2012 tentang Syarat dan Tatacara Pendaftaran Pupuk Anorganik serta Permentan Nomor 70/Permentan/SR.140/10/2011 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati, dan Pembenah Tanah belum mewadahi perkembangan teknologi terkini. “Perlu revisi agar tidak ketinggalan zaman,” ujar Prama.
Peneliti senior Badan Litbang Pertanian, Profesor Karim Makarim, menguatkan pernyataan Prama. Menurut dia, aturan baru tersebut diperlukan agar ada acuan yang tegas mengenai harus tingginya kadar hara dalam pupuk anorganik atau C-organik dalam pupuk organik atau mikroba fungsional dalam pupuk hayati.
“Kadar dalam pupuk harus jauh lebih tinggi dibanding di media tanaman alami yang subur,” kata Karim.
Pupuk, kata dia, juga harus berperan nyata meningkatkan produktivitas tanaman. Bila ada pupuk yang tidak nyata menyuburkan tanah, maka hal itu dipastikan bukan pupuk, tapi bahan biasa saja.
Guru besar Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran, Bandung, Profesor Tualar Simarmata, mengatakan, aturan yang baru hendaknya juga mengakomodasi kepentingan praktisi pertanian, seperti produsen.
“Prinsipnya, petani sebagai konsumen terlindungi, tapi tidak menyulitkan produsen pupuk untuk memproduksi,” katanya. Menurut Tualar, para produsen pupuk juga anak bangsa yang ingin membangun pertanian bersama dengan stakeholder lainnya.
Peneliti senior Balai Penelitian Sayuran (Balitsa), Lembang, Bandung, Profesor Suwandi, mengatakan, penggunaan pupuk dalam jangka panjang harus dilalukan secara hati-hati. Sebab, pupuk tidak boleh mencemari lahan petani. Kadar bahan pencemar, seperti logam berat (Pb, Hg, Cu, Cr) dalam pupuk harus diawasi secara ketat.
Tim pupuk Badan Litbang Pertanian, Sri Rochayati, Wiwik Hartatik, Ai Dariah dkk siap menindaklanjuti saran-saran narasumber tersebut. Apalagi, mereka meyakini, persyaratan teknis minimal pupuk organik dan anorganik sangat krusial dalam kebijakan pupuk dan pemupukan nasional.