EKBIS.CO, BANDUNG -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menargetkan penerapan bahan bakar berstandar Euro 4 pada Oktober mendatang. Penerapan standar bahan bakar ini dimaksudkan mewujudkan program Low Carbon Emission Vehicle (LCEV).
Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Harjanto mengatakan pemerintah terus berupaya mengurangi emisi gas karbon dari kendaraan. Mengingat Indonesia tidak hanya banyak populasi manusianya tapi juga kendaraan bermotor.
"Makanya kita berupaya total bagaimana menurunkan emisi untuk kualitas udara kita. Salah satunya dengan Euro 4. Sekarang lagi didorong Oktober bisa launching Euro 4," kata Harjanto usai mengisi "The International Conference on Air Quality" di Institut Teknologi Bandung (ITB), Selasa (27/2).
Harjanto mengatakan bahan bakar berstandar Euro 4 ini menghasilkan emisi yang ramah lingkungan. Berbeda dengan emisi kendaraan bermotor pada umumnya saat ini yang mengandung gas karbon dioksida (co2), nitrogen oksida (NOx), karbon monoksida (CO) serta partikel lainnya yang memiliki dampak negatif bagi kesehatan maupun lingkungan jika melebihi ambang konsentrasi yang distandarkan.
Menurutnya saat ini Pertamina sedang berupaya memproduksi bahan bakar berstandar Euro 4. Meskipun dikatakannya belum terlalu siap. Namun pihaknya akan terus berupaya mendorong Pertamina untuk bisa memproduksi dan memasarkan secara nasional.
Ia menuturkan banyak program upaya pengurangan emisi karbon. Upaya-upaya pun dilakukan secara bertahap untuk mencapai target kendaraan bermotor rendah emisi.
"Program LCEV ditargetjan 20 persen dari total kendaraan pada 2025 itu low carbon yang ramah lingkungan," ujarnya.
Upaya pengurangan emisi gas ini juga, kata dia, ditambah dengan pengembangan mobil listrik, hybrid, dan plug in hybrid. Selain ramah lingkungan, kendaraan ini juga hemat bahan bakar. Ini penting mengingat sumber energi fosil semakin hari semakin terbatas.
"Yang paling kita dorong sih plug in hybrid. Karena dia bisa pakai listrik bisa pakai bahan bakar. Bahan bakarnya yang bio fuels. Jadi bisa dua-duanyam kita dorong investasinya," tuturnya.
Untuk mobil listrik, Harjono menuturkan masih mempertimbangkan komponen baterai sebelum diterapkan secara masif. Menurutnya teknologi baterai litium saat ini, industri dalam negeri belum mampu memproduksi. Baru tiga negara yang memproduksi.
Ia menambahkan pemerintah sangat serius memperhatikan perkembangan kendaraan yang ramah lingkungan. Hal ini mengingat banyaknya kendaraan di Indonesia.