EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Idrawati menilai pengenaan pajak perusahaan teknologi seperti Google dan kawan-kawanya oleh Uni Eropa (UE) bertujuan menciptakan arena bisnis yang adil. Indonesia sendiri mengantisipasi itu tanpa melemahkan kreativitas.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, tren teknologi digital adalah keniscayaan. "Sehingga perlakukan pajak terhadap perusahaan dan pelaku ekonomi digital dan niaga daring (e-commerce) akan semakin menuju pada penerapan penciptaan level playing field yang setara dan adil," ujar Sri Mulyani melalui pesan tertulis kepada Republika.co.id, Senin (5/3).
Inisiatif Menteri Keuangan Prancis dan negara-negara Eropa untuk melakukan pemajakan ekonomi dan perusahaan digital sudah disampaikan juga dalam forum G20 untuk mendapat dukungan. Hal ini, lanjut Sri Mulyani, untuk mencegah pelarian dan penghindaran pajak dan pemenuhan kewajiban pajak yang makin adil antar negara.
Indonesia juga sudah menyiapkan dan mengantisipasi trend kebijakan pajak tersebut. "Kami terus melakukan sosialisasi agar tidak melemahkan arus perubahan, kreativitas dan inovasi tersebut, namun tetap mampu menciptakan kebijakan perpajakan yang adil dan efektif," tulis Sri Mulyani.
Sebelumnya, UE akan mengumumkan rencana pengenaan pajak terhadap perusahaan raksasa teknologi digital sebesar dua hingga enam persen. Pajak ini merupakan langkah awal. Nantinya Pemerintah Eropa akan terus menyempurnakan kebijakan tersebut dengan tetap berdiskusi lebih lanjut dengan pelaku usaha terkait.
Sebuah draft dokumen Komisi Eropa mengusulkan sebuah retribusi berdasarkan penyebaran pelanggan atau konsumen yang menggunakan aplikasi dari raksasa teknologi. Dokumen ini bertujuan untuk meningkatkan tagihan pajak perusahaan seperti Amazon.com, Alfabet, Google, dan Facebook. Komisi Eropa menilai raksasa teknologi tersebut membayar pajak terlalu kecil dan tidak sesuai dengan pendapatannya.