EKBIS.CO, BALI -- Distribusi pangan yang terkendala transportasi belum menemukan solusi konkrit. Hal ini berimbas pada potensi ketidakstabilan harga juga semakin tingginya angka impor bahan pangan Indonesia.
Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Hari Priyono menyampaikan ongkos transportasi untuk distribusi memang mahal. Apalagi Indonesia merupakan negara kepulauan yang menjadi momok kendala pendistribusian pangan.
Selain itu, kondisi geografis Indonesia dengan musim tidak serentak juga membawa perbedaan pola produksi panen. Pada saat tertentu, suatu wilayah bisa mengalami surplus dan wilayah lain berkekurangan. Sementara kebutuhan pangan penduduk tetap.
"Inilah tantangannya, bagaimana menggerakkan panen di tempat surplus ke tempat kurang," kata Hari di Bali, Selasa (6/3). Menurutnya, permasalahan ini adalah otoritas Bulog. Meski demikian, banyak keterbatasan sehingga pemerintah sangat perlu turun tangan.
Hari menekankan produksi beras sebenarnya cukup secara umum. Namun distribusinya memakan biaya terlalu besar sehingga berpotensi menimbulkan gejolak pasar. Harga distribusi yang tinggi juga akan menyebabkan peningkatan harga.
"Ini adalah tentang mekanisme pasar," kata Hari. Sehingga akhirnya pemerintah menempuh jalur impor untuk menghindari inflasi dan menjamin ketersediaan produk pangan di pasar. Dalam hal ini, geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan masih menimbulkan banyak pekerjaan rumah.
Indonesia tidak seperti negara kontinental yang distribusinya sebagian besar bisa dijangkau melalui daratan. Negara yang mirip dengan Indonesia adalah Filipina. Namun Indonesia hanya bisa menyerap atau adaptasi tata kelola dan teknologinya saja karena permasalahan Filipina tidak sekompleks Indonesia.
"Tapi kita meningkatkan kapasitas pemerintah untuk mendorong ini, melahirkan gagasan konkrit dalam distribusi," kata dia. Pasalnya, jika dapat mendistribusikan ke tempat membutuhkan dari tempat panen maka pemerintah tidak perlu impor.