EKBIS.CO, Diasuh Oleh: DR ONI SAHRONI MA, Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Assalamualaikum wr wb
Ustaz, bagaimana pandangan fikih tentang wakaf uang dan wakaf melalui uang? Apa saja kriteria pengembangannya menurut syariah (agar bisa disedekahkan secara terus-menerus)?
(Fatimah, Depok)
Waalaikumussalam wr wb
Lazimnya, dalam wakaf uang, objek wakafnya ialah uang. Sedangkan, wakaf melalui uang, objek wakafnya bukan uang yang diserahkan pewakaf, melainkan peruntukannya.
Jika ada yang mewakafkan uang Rp 10 juta kepada nazir, maka itu adalah wakaf uang. Sedangkan, jika sebuah yayasan mengumpulkan donasi wakaf untuk biaya pendirian rumah sakit (tanah dan bangunan) kemudian pewakaf menyerahkan uang Rp 10 juta kepada nazir, itu disebut wakaf melalui uang karena yang diwakafkan sebenarnya adalah tanah dan bangunan.
Wakaf uang ataupun wakaf melalui uang dibolehkan, bahkan dianjurkan dalam Islam sebagaimana ditegaskan oleh para ulama salaf dan khalaf seperti ulama mazhab Malikiyah, Muhammad Abullah al-Anshari dan Ibnu Taimiyah. Kesimpulan ini juga menjadi keputusan Lembaga Fikih OKI Nomor 140 dan Standar Syariah Internasional AAOIFI di Bahrain tentang wakaf.
Hal ini juga sejalan dengan undang-undang wakaf yang memperbolehkan wakaf uang, yakni wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang (UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Pasal 28).
Di antara landasannya adalah karena uang telah memenuhi karakteristik aset wakaf (mauquf) yang lain, seperti rumah dan tanah, karena dapat dikembangkan dan dapat menghasilkan bagi hasil untuk penerima manfaat wakaf (mauquf alaih).
Sesuai dengan hadis Rasulullah SAW ketika Umar berhasil mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, beliau bertanya kepada Rasulullah SAW, "Wahai Rasulullah, bagaimana pandanganmu?" Rasulullah SAW menjawab, "Jika engkau berkehendak, ambil tanahnya dan bersedekah dengan hasilnya!" (HR Bukhari dan Muslim). Dan, sesuai dengan, "Jika anak Adam meninggal, terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang diambil manfaatnya, dan anak saleh yang selalu mendoakan orang tuanya." (HR Muslim).
Para ulama ahli hadis, di antaranya adalah as-Syaukani dalam Nail al-Authar, menyimpulkan bahwa sedekah jariyah dalam hadis ini adalah wakaf karena pahala yang mengalir terusmenerus. Dalil di atas bermakna umum tanpa memilah aset barang objek wakaf, termasuk di antaranya adalah uang (al-khash urida bihil 'am).
Wakaf uang juga dinilai lebih maslahat karena wakaf uang lebih fleksibel. Uang dapat memenuhi kebutuhan mustahik, seperti barang tertentu, jasa tertentu, uang tunai, premi asuransi syariah, SPP sekolah, rumah, dan modal usaha. Kebutuhan-kebutuhan tersebut bisa dipenuhi dengan manfaat dari wakaf uang yang diinvestasikan.
Selanjutnya, seluruh rukun dan syarat wakaf berlaku dalam wakaf uang, di antaranya harus dikembangkan agar menghasilkan bagi hasil atau manfaat untuk diberikan kepada penerima manfaat.
Untuk wakaf melalui uang, penyalurannya harus sesuai dengan peruntukan pewakaf. Jika pewakaf ingin berwakaf tanah dengan menyerahkan sejumlah uang tertentu, nazir membelikan tanah sebagai aset wakaf. Di samping itu, uang tersebut dibelikan aset yang tidak habis umur produksinya dengan dikonsumsi dan aset tersebut berjangka panjang agar menjadi sedekah jariyah yang mengalir pahalanya kepada pewakaf.
Sementara itu, cara mewakafkan uang adalah pewakaf menyalurkan sejumlah uang tertentu kepada nazir untuk dijadikan aset produktif dengan cara dibelikan aset tetap yang bisa diperuntukkan manfaatnya untuk penerima wakaf atau diinvestasikan melalui usaha-usaha sesuai syariah dengan tingkat risiko terkendali, seperti deposito di bank syariah dan sukuk sehingga pokoknya tetap dan bagi hasil bisa ditujukan untuk para mustahik. Wallahu a'lam.