Sabtu 07 Apr 2018 18:42 WIB

Perpres Tenaga Kerja Asing Dinilai Pinggirkan Pekerja Lokal

Perpres tersebut memberikan kelonggaran terhadap masuknya pekerja asing ke Indonesia.

Rep: Marniati/ Red: Nidia Zuraya
Tenaga kerja asing  (ilustrasi)
Tenaga kerja asing (ilustrasi)

EKBIS.CO, JAKARTA -- Wakil Ketua Badan Kerjasama Antarparlemen (BKSAP) Rofi Munawar menyesalkan kebijakan Presiden Jokowi yang telah secara resmi mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA). Perpres ini menggantikan Perpres Nomor 72 Tahun 2014 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang dibuat pada era presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

"Dengan keluarnya regulasi Perpes yang baru disahkan, nampaknya desakan publik agar tidak gampang memberikan kelonggaran terhadap masuknya TKA hanya dianggap angin lalu oleh Pemerintah. Padahal dengan keluarnya peraturan tersebut secara alamiah akan memperkecil kesempatan pekerja Indonesia," ujar Rofi Munawar dalam siaran pers yang diterima Republika, Sabtu (7/4).

Rofi menambahkan, Pemerintah mengeluarkan perpres ini dengan kacamata tunggal dan pola pikir eksternalitas. Ia menilai pemerintah tidak cukup cermat memperhatikan faktor-faktor penentu lainnya secara internal. Misalnya inventarisir masalah industrial yang akan terjadi dikarenakan kelonggaran terhadap TKA.

Ia mengatakan berdasarkan data dari Kemenakertrans, jumlah pengawas TKA sangat sedikit, yakni hanya 1.200 orang. Angka ini tidak sebanding dengan kebutuhan pengawasan terhadap TKA yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

"Proses pengawasan yang tidak optimal akan berdampak pada penggunaan TKA pada bidang-bidang kerja yang seharusnya ditempati oleh pekerja domestik," ujar Rofi.

Hal ini, kata dia, terbukti pada pasal 22 yang menyebut TKA bisa menggunakan jenis visa tinggal sementara (vitas) sebagai izin bekerja untuk hal-hal yang bersifat mendadak. Vitas merupakan syarat mutlak bagi TKA untuk mendapatkan Izin Tinggal Sementara (itas) yang izinnya dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM). Padahal, menurut UU Ketenagakerjaan no Nomor 13 Tahun 2003, izin hanya boleh diberikan oleh Kementerian Ketenagakerjaan.

"Pemerintah harus cermat menentukan kebijakan dan regulasi yang akan di ambil guna menjaga keseimbangan antara tenaga kerja asing dengan tenaga kerja dalam negeri," kata Rofi.

Legislator dari Fraksi PKS ini mengingatkan sebelum mengeluarkan kebijakan ini pemerintah harus melihat kebutuhan dan permintaan TKA, disesuaikan dengan ketersediaan sumber daya manusia yang ada. TKA yang didatangkan oleh perusahaan hendaknya benar-benar tenaga yang terampil sehingga dapat mendorong Investasi, proses pembangunan ekonomi dan teknologi di Indonesia.

Oleh karenanya, proses alih teknologinya harus terjadi pada aspek strategis dan profesional teknis, agar mendapat pengawasan yang ketat dengan memberikan sertifikasi kepada tenaga ahli tersebut. "Saya berkeyakinan masih banyak putra-putri bangsa Indonesia yang cukup mumpuni untuk memegang pekerjaan yang selama ini dikerjakan untuk TKA," ujarnya menegaskan.

Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Perpres ini ditandatangani Jokowi pada 26 Maret 2018 dan diundangkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pada 29 Maret 2018.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement