EKBIS.CO, JAKARTA -- Sebanyak 44 perusahaan teknologi finansial (tekfin) atau financial technology (Fintech) telah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan hingga 10 April 2018. Perusahaan Fintech mendaftar ke OJK untuk memenuhi aturan dalam POJK No 77 Tahun 2017 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Deputi Komisioner OJK Institute, Sukarela Batunanggar, mengatakan, jumlah fintech yang terdaftar di OJK tersebut terdiri atas 43 fintech konvensional dan 1 fintech syariah. "Pinjaman yang disalurkan per Februari 2018 mencapai Rp 3,54 triliun atau naik 38,23 persen year to date," kata Sukarela kepada wartawan di Gedung OJK Jl Lapangan Banteng Timur, Jakarta, Jumat (13/4).
Sukarela menambahkan, sektor keuangan di Indonesia masih memiliki tantangan. Antara lain adanya gap inklusi keuangan serta penyaluran kredit sektor UMKM yang baru 20 persen dari total kredit. Padahal potensi UMKM di Indonesia mencapai puluhan juta. Dengan adanya fintech, bisa menjangkau masyarakat yang tidak terjangkau oleh lembaga keuangan
"OJK sudah membentuk grup keuangan digital dan mikro. Tugasnya melakukan riset dan pengembangan menyusun kebijakan fintech ke depan," kata Sukarela.
Wakil Ketua Bidang Jasa Keuangan Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) Adrian Gunadi mengatakan, dalam setahun terakhir pertumbuhan industri fintech di Indonesia cukup pesat. Jumlah pelaku fintech yang menjadi anggota Aftech ada sekitar 135 perusahaan. Fintech tersebut terdiri dari fintech payment, fintech peer to peer lending, fintech capital market dan fintech insurance. Fintech yang terdaftar tersebut sesuai dengan amanat POJK No 77 tahun 2016.
"Sebanyak 60 persen di antaranya merupakan fintech payment dan peer to peer lending. Fintech payment pengaturannya di BI," ujar Adrian.
Per Januari 2018, jumlah pembiayaan yang disalurkan fintech peer to peer lending mencapai Rp 3,5 triliun. Menurut Adrian, Aftech melihat lertumbuhan fintech sangat cepat dalam satu sampai dua tahun terakhir.
"Ini memperlihatkan potensi, pasar Indonesia lebih menarik daripada negara maju. Salah satunya karena faktor demografi dan inklusi keuangan yang belum merata," terangnya.