EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW), Ikhsan Abdullah, melihat, ada beberapa tantangan dalam mendongkrak industri halal di Indonesia. Hal ini menyebabkan posisi Indonesia terkait perkembangan ekonomi syariah menurut Global Islamic Economy Report 2016/2017 masih berada di posisi ke-10, di bawah Qatar dan Jordan.
Salah satu tantangan yang disebutkan Ikhsan adalah kurangnya kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap produk halal. "Sebab, masih berkisar kepada pemenuhan kebutuhan," ujar Ikhsan saat ditemui Republika.co.id di sela diskusi Seminar Nasional Sertifikasi Halal di Cikini, Jakarta Pusat, Senin (16/4).
Selain itu, pemahaman masyarakat Indonesia tentang produk halal masih terbilang kurang. Sebagai negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia, warga Indoensia beranggapan semua produk di pasar adalah produk yang halal.
Tantangan selanjutnya, masuknya industri pasar global. Sejumlah aparatur tidak serius dalam menegakkan hukum kepabeanan, sehingga industri halal di Indonesia tidak berkembang. "Ini seharusnya kembali ke Undang-Undang No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal," tutur Ikhsan.
Pengaruh besar juga diberikan dari pengusaha. Ikhsan mengatakan, perkembangan industri halal di Indonesia tidak berjalan signifikan karena pelaku usaha cenderung masih tidak aware terhadap pentingnya produk halal dan kurangnya orientasi bela usaha kita untuk merebut pasar industri halal dunia.
Hal ini sejalan juga dengan kurangnya perhatian pemerintah dalam memberikan fasilitas bagaimana industri halal tumbuh serta berkembang. Ikhsan menjelaskannya dengan bukti Undang-undang Jaminan Produk Halal (JPH) yang sudah diundangkan pada 2014 tapi belum berlaku efektif sampai saat ini.
Padahal, menurut Ikhsan, lairnya UU JPH diharapkan sebagai umbrella provisions atau payung hukum dari semua regulasi halal. "Kondisi ini yang kemudian juga berpengaruh pada tertinggalnya industri halal di Indonesia dibanding dengan negara lainnya," ucapnya.