EKBIS.CO, PADANG -- Nilai transaksi pasar modal oleh investor asal Sumatra Barat pada kuartal I 2018 menyentuh Rp 2,8 trilun. Dengan capaian sementara ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meyakini realisasi transaksi pasar modal di Sumbar tahun ini bisa melampaui capaian tahun 2017 lalu sebesar Rp 10,27 triliun.
Kepala OJK Perwakilan Sumatra Barat, Darwisman, menyebutkan bahwa jumlah investor yang memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) domisili Sumbar juga terus mengalami kenaikan. Catatan OJK hingga kuartal I 2018, pemegang SID (Single Investor Identification) asal Sumbar sebanyak 9.523 nomor. Angka ini jauh lebih tinggi dibanding pemilik SID tahun 2017 lalu sebanyak 8.724 nomor dan tahun 2016 sebanyak 7.067 nomor.
Darwisman menambahkan, potensi investasi pasar modal di Sumatra Barat masih sangat luas. Dari 5,6 juta penduduk, baru 9,523 investor asal Sumatra Barat yang bertransaksi di pasar modal. Angka tersebut masih 0,17 persen dari total penduduk. Artinya, peluang investasi yang bisa digenjot masih sangat luas."Kalau satu persen saja tercapai, berapa besar nilai transaksi yang tercapai," katanya, Selasa (17/4).
Darwisman mengungkapkan, berinvestasi saham memberikan banyak manfaat. Secara makro ekonomi, investasi di pasar modal berfungs sebagai sarana pemerataan pendapatan. Masyarakat dapat menikmati keuntungan dari perusahaan walaupun mereka bukan pendiri atau pengelola, yaitu dengan membeli saham perusahaan tersebut."Sehingga keuntungan perusahaan dapat dinikmati masyarakat umum dengan bantuan pasar modal," katanya.
Sebaliknya, bagi perusahaan pasar modal juga memberikan keuntungan besar, yaitu untuk mengembangkan usahanya dengan menggunakan dana dari hasil penjualan saham di pasar ini tanpa harus utang ke bank yang bunganya cukup besar, dengan syarat rumit.
Darwisman memberi contoh perhitungan keuntungan dengan saham PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk dengan kode sahamnya BBRI. Selama tahun 2017, ujar Darwisman, saham Bank BRI memiliki pertumbuhan harga saham yang baik. Pada awal tahun 2017 saham BRI berada pada kisaran harga Rp 2.400 per saham, dan pada akhir tahun 2017 saham Bank BRI diperdagangkan di level harga Rp 3.600 per saham. Artinya, saham Bank BRI mengalami kenaikan sebesar Rp 1.200 atau sebesar 50 persen.
"Seandainya pada awal tahun 2017 kita memiliki 5 ribu lembar saham Bank BRI, atau senilai Rp 12 juta maka dengan kenaikan sebesar 50 persen, selama tahun 2017, sahamnya naik jadi Rp 18 juta," ujar Darwisman.
Perlu diketahui hingga akhir Maret 2018, penempatan aset saham oleh investor di Sumbar sebesar Rp 749 miliar. Sementara penempatan aset nonsaham oleh investor asal Sumbar mencapai Rp 886,5 miliar.