EKBIS.CO, NEW YORK -- Perusahaan pembuat alat telekomunikasi asal Cina, ZTE Corp, harus menghadapi sanksi yang mengancam kelangsungan bisnis mereka. Pemerintah AS melarang perusahaan-perusahaan AS untuk bertransaksi apapun dari ZTE karena ZTE dianggap mengabaikan kesepakatan resolusi atas sengketa yang terjadi pada 2017.
Moratorium itu akan mengganggu pasokan ke konsumen mereka seperti China Mobile Ltd dan Telefonica SA Eropa. ZTE juga sangat bergantung pada pasokan cip dari Qualcomm Inc dan Micron Technology Inc serta perangkat optik dari Lumentum Holdings Inc dan Acacia Communications Inc.
Larangan Pemerintah AS itu juga akan menjegal ZTE menggunakan basis operasi Android yang merupakan jantung produk ponsel mereka, demikian dilansir //Bloomberg//, Selasa (17/4). "Kalau larangan itu tak mematikan, setidaknya itu membuat ZTE sekarat," kata analis CICC Qian Kai.
Intervensi Beijing saat ini jadi tumpuan terbesar ZTE, meski kemungkinan itu menipis di tengah ketegangan perdagangan kedua negara. Seperti yang diketahui, Presiden AS Donald Trump menargetkan perolehan pendapatan tarif impor produk-produk Cina sebesar 150 miliar dolar AS. Aksi itu menurut Trump adalah balasan atas praktik bisnis Cina yang dianggap curang karena mencuri kekayaan intelektual.
Menanggapi larangan transaksi produk ZTE di AS, Kementerian Perdagangan Cina menyatakan akan mengambil tindakan. ZTE sendiri tengah mengulas dampak pelarangan itu.
Analis Nomura, Joel Ying, menjelaskan memang suku cadang dari AS hanya 10-15 persen dari total biaya produksi ZTE. Namun ketergantungan ZTE terhadap cip Qualcomm tidak mudah diganti. "ZTE tidak bisa hidup tanpa pasokan dari perusahaan AS setidaknya dalam lima tahun ke depan," kata Ying.
Tahun lalu, Departemen Perdagangan AS mendenda ZTE sebesar 1,2 miliar dolar AS dengan tuduhan ekspor ilegal ke Iran dan ZTE setuju. Setahun kemudian, penjualan ZTE meningkat dua kali lipat dan ZTE mengklaim berhasil mengalahkan Apple Inc.
ZTE kemudian mengalokasikan 3,38 triliun yuan (538 miliar dolar AS) sepanjang 2018 hingga 2025 untuk mengembangkan ponsel 5G. AS kemudian menuduh ZTE melanggar kesepakatan setahun lalu setelah meminta ZTE membayarkan bonus penuh kepada karyawan.
Analis kemudian menurunkan prospek bisnis ZTE. Teknologi 5G dipastikan menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI), realitas virtual, dan aplikasi yang canggih. ''Pelarangan ini akan membuat ZTE kehilangan pangsa pasar,'' kata analis Jefferies, Edison Lee.
Larangan transaksi ZTE dengan semua perusahaan AS ini muncul beberapa hari setelah Presiden Cina Xi Jinping meminta AS membolehkan perusahaan-perusahaan Cina membeli produk teknologi dari perusahaan AS. Akibat larangan ini, Qualcomm juga berpotensi jadi korban.
Analis Gartner, Roger Sheng mengatakan, ZTE bisa saja mencari alternatif pemasok suku cadang dari Jepang, Korea Selatan, atau Taiwan. Namun, ketergantungan akan prosesor andal hingga cip komunikasi dari AS sangat tinggi.
Analis CICC Huang Leping dan Wang Xinglin memprediksi, stok suku cadang ZTE hanya tersedia untuk satu hingga dua bulan saja setelah sanksi AS ini dijatuhkan. CICC memprediksi, secara global, pangsa pasar ZTE mencapai 10 persen dan 30 persen di pasar Cina. Rival ZTE, Huawei, berpotensi mengambil keuntungan atas kondisi yang menimpa ZTE.
Meski begitu, baik ZTE maupun Huawei belum lepas dari potensi petaka. Selasa (17/4) lalu, Komisi Komunikasi Federal AS bulat meminta alokasi anggaran untuk perusahaan yang dianggap berisiko mengacaukan keamanan nasional AS.