EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menilai, pemerintah perlu terus melakukan diversifikasi tujuan ekspor ke destinasi nontradisional. Ia mengatakan, hal itu perlu dipercepat untuk mengantisipasi proteksionisme dan juga risiko perang dagang.
"Meningkatnya proteksionisme dan juga perang dagang yang terjadi saat ini mesti direspons oleh pemerintah dengan mempercepat diversifikasi tujuan ekspor. Hingga saat ini pertumbuhan ekspor ke pasar nontradisional masih jauh lebih rendah dibanding pasar tradisional," ujar Faisal di Jakarta, Selasa (24/4).
Ia menjelaskan, pada kuartal pertama 2018 ekspor ke negara-negara tujuan utama mampu tumbuh 12,3 persen. Akan tetapi, ekspor ke negara nontradisional hanya tumbuh 1,4 persen.
Ia mencontohkan, ekspor komoditas sawit menghadapi proteksi dari Uni Eropa, Amerika Serikat, dan India. "Pemerintah perlu secara cermat melihat potensi ekspor. Selain itu, perlu ada diplomasi dagang yang baik untuk menghadapi proteksionisme," ujar Faisal.
Faisal memprediksi, pertumbuhan neto ekspor tahun ini akan melambat seiring dengan penurunan harga komoditas andalan Indonesia dan peningkatan harga minyak dunia. Pada kuartal-I 2018, surplus perdagangan hanya mencapai 283 miliar dolar AS. "Angka itu jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 4,1 miliar dolar AS," kata Faisal. n