EKBIS.CO, JAKARTA -- Ketua Asosiasi Pengusaha Bawang Putih Indonesia (APBI), Pieko Njotosetiadi mengungkapkan kesulitan merealisasikan aturan wajib tanam lima persen dari kuota Rekomendasi Impor Produk Holtikultura (RIPH). Beberapa masalah tersebut di antaranya adalah pencarian lahan serta waktu panen yang ditargetkan.
Ia mengatakan, dalam pertemuan dengan Komisi IV DPR RI, menemukan lahan yang tepat untuk menanam bawang putih bukanlah hal mudah dilakukan. Oleh karena itu, ia mengatakan masih membutuhkan waktu untuk beradaptasi terhadap kebijakan tersebut.
Selain itu, waktu panen yang terlalu cepat juga menjadi masalah bagi importir. Menurut Pieko, sebaiknya waktu panen diundur hingga akhir tahun. Hal ini pun disetujui sekitar 54 importir bawang putih lainnya yang hadir bersamanya.
Baca juga, Kemendag Temukan Lima Ton Bibit Bawang Putih Asal Cina.
"Tentunya perlu waktu adaptasi untuk mmeperbaiki. Oleh karena itu, terkait dengan waktu bulan Juli diundur menjadi Desember supaya semangat menananm tidak patah," ujar Pieko, di Gedung Parlemen Jakarta, Rabu (25/4).
Selain itu, ia juga mengeluhkan sulitnya menemukan benih yang tepat. Hal ini terkait juga dengan kebiasaan petani Indonesia yang terbiasa menanam benih lokal dan tidak percaya benih impor.
"Saya setuju sekali laporan dari Dirjen Holtikultura yang mengatakan telah ada studi banding bahwa Taiwan, India dan lainnya telah dinyatakan memiliki bibit bawang putih unggul yang bisa dikembangkan terhadap varitas. Tapi di satu sisi petani kita masih ragu," tambah dia.
Terkait permasalahan-permasalan tersebut, Komisi IV DPR RI meminta pemerintah terkait mengevaluasi kebijakan wajib tanam lima persen dari kuota RIPH. Komisi IV juga meminta Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian agar dapat menjamin ketersediaan fasilitas supaya importir tidak kesulitan memenuhi kewajibannya.