EKBIS.CO, JAKARTA -- Ekonom Indef Bhima Yudhistira Adinegara menegaskan, konteks dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing (TKA) pada intinya tetaplah memudahkan TKA bekerja di Indonesia. Meskipun, kata dia, selama ini pemerintah selalu berdalih Perpres tersebut bertujuan untuk menyederhanakan birokrasi perizinan.
"Jadi kita tidak lagi berputar-putar dengan kata itu, apapun itu alasannya, pada intinya Perpes itu adalah memudahkan TKA bekerja di Indonesia," kata Bhima dalam sebuah diskusi di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu (28/4).
Selain itu, menurut Bhima, keresahan yang selama ini meluas terkait isu TKA bermula dari berbeda-bedanya data TKA di Indonesia. Misalnya, dari data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) yang dilansir Sekretariat Kabinet menyebut TKA di Indonesia mencapai 126 ribu per tahun 2017. Kemudian, lanjut Bhima, tidak lama setelah itu muncul lagi statemen bahwa TKA di Indonesia hanya sekitar 85.900-an.
"Ini yang saya kira harus disinkronkan dulu. Terutama oleh Kemenaker, Imigrasi dan juga Pemerintah Daerah. Mungkin data juga bisa dimaksimalkan di Pemda, tapi kalau Pemda tidak tahu data terkini tentang TKA ini akan menimbulkan kegaduhan yang berkepanjangan," kata Bhima.
Sementara itu, dia juga meminta, agar kritik dan masukan terhadap TKA tidak lantas disebut sebagai bentuk politisasi. Jika yang mengkritik adalah seorang politisi, kata dia, kemungkinan isu TKA dipolitisasi, itu ada. Namun, kalau kritik tersebut muncul dari akademisi, ekonom, pengamat, atau lain-lain yang mengkritisi berdasarkan data, maka tidak etis jika disebut sebagai bentuk politisasi.
"Yang kita ingin kan tranfaransi yang lebih luas penggunaan TKA di Indonesia plus korelasinya kepada pertumbuhan ekonomi dan investasi. Dari dulu INDEF sudah mengkritisi tentang TKA, tidak terpengaruh oleh politik atau tidak," tegas dia.