EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi Energi, Fahmi Radhi menilai keputusan pemerintah untuk menambah subsidi solar lebih efektif dibandingkan harus menyepakati usulan Pertamina yang meminta harga khusus untuk jatah dalam negeri.
Fahmi menilai jika memakai usulan Pertamina dengan harga khusus maka akan banyak skema yang perlu dikaji. Sebab dalam sebuah komponen harga ada tiga bagian yang perlu dipertimbangkan, yaitu bagian pemerintah, kontraktor dan harga minyak impor.
"Berbeda dengan Batubara, DMO harga minyak mentah relatif lebih sulit perhitungannya. Lantaran, penetapan ICP harga minyak mentah meliputi minyak mentah jatah pemerintah, bagian minyak kontraktor, dan harga minyak impor," ujar Fahmi kepada Republika.co.id, Kamis (3/5).
Selama ini Pertamina minyak mentah sesuai dengan harga pasar. Dengan usulan itu, Pertamina ingin agar harga minyak mentah untuk dalam negeri disesuaikan dengan ICP, 48 dolar AS per barel.
Fahmi menilai apabila menggunakan skema penambahan subsidi maka bisa lebih efektif. Selain itu, subsidi erat kaitannya dengan masyarakat, maka kebijakan pemerintah bisa lebih dirasakan pemerintah."Kalau penambahan subsidi solar, selain lebih mudah perhitungannya, juga tidak melanggar aturan," ujar Fahmi.
Laba Pertamina pada 2017 anjlok 24 persen dari semula Rp 42,3 triliun menjadi Rp 34,41 triliun. Untuk mengganti kompensasi ini rencananya Pemerintah akan menambah subsidi solar.
Direktur Jendral Minyak dan Gas Bumi, Kementerian ESDM, Djoko Siswanto mengatakan akhirnya pemerintah menetapkan kompensasi kepada Pertamina melalui tambahan subsidi solar.
Djoko menjelaskan selama ini pemerintah memberikan subsidi kepada Pertamina pada solar dan elpiji. Ia mengatakan, pemerintah ingin memberikan kompensasi kepada Pertamina, namun tidak serta merta memberikan uang kepada Pertamina, namun dengan cara mengurangi beban pertamina.
"Kan harga minyak memang naik, tidak sesuai prediksi APBN kemarin. Nah, kita tambah saja subsidinya," ujar Djoko di Kantor Kementerian ESDM, Kamis (3/5).