Kamis 10 May 2018 11:44 WIB

Menggaet Pecinta Kopi Lewat Kopi Koteka

Minum kopi lokal sama dengan membantu petani kopi Indonesia.

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Indira Rezkisari
Kopi Koteka dari Pegunungan Bintang, Papua.
Foto: Republika/Melisa Riska Putri
Kopi Koteka dari Pegunungan Bintang, Papua.

EKBIS.CO, JAKARTA -- Bentang alam yang didominasi pegunungan membuat Pemerintah Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua, mendorong upaya tanam kopi pada masyarakatnya. Kopi arabika di kabupaten dengan ibu kota Oksibil ini bahkan disebut yang terbaik karena ditanam di atas 1.800 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Tak heran jika peminat kopi ini berasal dari mancanegara seperti Eropa, Australia maupun Selandia Baru. Tak puas sampai di sana, kini pemerintah setempat berupaya lebih menarik para penikmat kopi melalui Kopi Koteka.

"Ini hanya kemasan," ujar Bupati Pegunungan Bintang Costan Oktemka saat ditemui di Alenia Papua Coffee and Kitchen Jakarta beberapa waktu lalu.

Ia menjelaskan, kopi asal Pegunungan Bintang yang ditanam tanpa pupuk kimia dan pestisida ini dikemas dengan koteka. Tidak perlu khawatir ada pengaruh pada kualitas kopi karena alumunium foil melindungi kopi tersebut. Sementara koteka bisa dijadikan sebagai penghias rumah atau pajangan.

Koteka sangat identik dengan tanah Papua. Menurutnya, dengan menyebut koteka, masyarakat luas langsung mengingat Papua. Itu alasan pemilihan koteka sebagai kemasan kopi Pegunungan Bintang.

Saat ini rata-rata petani di Pegunungan Bintang memiliki 1.000 tanaman kopi per kepala keluarga (kk). Dari 1.000 batang tanaman, ia melanjutkan, bisa menghasilkan 300 hingga 600 kilogram (kg) biji kopi. Namun diakui Costan, masih banyak lahan yang belum diolah menjadi perkebunan kopi. Sosialisasi dan edukasi pun terus dilakukan terkait upaya tanam kopi ini.

"Saya harap masyarakat semakin banyak (yang menanam kopi) dan mereka bisa memecahkan masalah hidupnya dengan kopi," kata dia.

Ketua Dewan Kopi Indonesia (Dekopi) Anton Apriyantono meminta masyarakat Indonesia lebih peduli dan mencintai kedai kopi lokal dibanding kedai kopi asal luarnegeri. Bukan hanya berkunjung ke kedai kopi lokal, tapi juga menikmati ragam kopi lokal Indonesia. Menurutnya, dengan begitu akan turut mengangkat perekonomian petani kopi.

"Kalauk ita lebih suka dengan produk kopi lokal kita, permintaannya akan meningkat dan ini tentunya akan meningkatkan lagi produksi dan juga harga (kopi)," ujarnya.

Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Bambang menginginkan adanya perhatian serius pada kopi. Komoditas perkebunan ini menjadi salah satu komoditas ekspor unggul pertanian.

Kementan pun berharap adanya Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) untuk kopi layaknya pada kelapa sawit. Kelapa sawit memang masih menjadi komoditas ekspor utama pertanian. Namun, ada enam komoditas perkebunan lain yang harus mendapat perhatian yakni kopi, kakao, karet, kelapa, tebu dan lada.

"Itu amanat undang-undang, jadi untuk tujuh komoditas strategis dari 15 komoditas strategis bisa dihimpun dari dana komoditi itu untuk pengembangan komoditinya," kata dia. Cara ini juga diakuinya bisa menjadi bukti keseriusan mengangkat produksi dan produktivitas komoditas perkebunan.

Namun, dalam kurun waktu tiga bulan terakhir ekspor kopi mengalami penurunan. Berdasarkan data Kementan, ekspor kopi pada Desember 2017 sebesar 22,9 juta kg dengan nilai 62,75 juta dolar AS. Ekspor kopi pada Januari 2018 sebesar 18,78 kg dengan nilai 51,9 juta dolar AS dan ekspor pada Februari sebesar 16,7 juta kg senilai 45,9 juta dolar AS.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement