Rabu 16 May 2018 15:05 WIB

Neraca Dagang RI Defisit Lagi, Ekonom: Ini tak Sehat

Melonjaknya impor bisa mempengaruhi rupiah.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Teguh Firmansyah
Neraca Perdagangan April Defisit.
Foto: Republika/ Wihdan
Neraca Perdagangan April Defisit.

EKBIS.CO,   JAKARTA -- Neraca perdagangan Indonesia pada April 2018 mengalami defisit sebesar 1,63 miliar dolar AS. Hal ini menunjukkan tidak sehatnya perekonomian.

Menurut Ekonom Indef, Bhima Yudhistira, ini merupakan defisit terparah neraca perdagangan sejak 2014. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), defisit neraca perdagangan pada tahun itu mencapai sebesar 1,96 miliar dolar AS pada April 2014.

"Transaksi berjalan juga defisit -2,3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), pertumbuhan ekonomi stagnan di 5 persen, konsumsi rumah tangga juga stagnan di 4,95 persen. Ini menunjukan ekonomi tidak sehat," ujar Bhima kepada Republika.co.id, Rabu (16/5).

Defisit neraca perdagangan membengkak terutama disebabkan karena impor migas sepanjang Januari-April 2018 menjadi 9 miliar dolar AS, lebih tinggi 700 juta dolar AS dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy). Impor migas tumbuh 40,8 persen (yoy) terkait efek kenaikan harga minyak mentah dunia.

Tekanan impor juga berasal dari impor barang konsumsi yang tumbuh 25,8 persen dibanding bulan Maret. Hal ini sesuai dengan faktor musiman jelang bulan Ramadhan.

Sedangkan impor bahan baku dan impor barang modal yang naik, kata Bhima, lebih disebabkan oleh kebutuhan proyek infrastruktur pemerintah bukan karena kebutuhan industri manufaktur. "Infrastruktur itu juga bukan dari investasi kan, tapi utang. Ini sebenarnya tidak sehat," kata Bhima.

Bulan April kinerja ekspor non migas anjlok cukup dalam yakni -6,8 persen (month to month/mtm). Ekspor minyak sawit atau CPO anjlok -4,5 persen (mtm), besi baja -31,5 persen (mtm).

Kinerja beberapa produk unggulan ekspor terutama karena industri minyak sawit mentah (CPO) terhambat bea masuk dari India dan hambatan non tarif dari Eropa.

Selain itu, paket- paket kebijakan tidak efektif mendorong sektor industri. Respons kebijakan moneter juga menurutnya sangat lambat, karena bunga acuan BI 7 Day Repo Rate tidak dinaikkan.

"Kondisi ini tentunya tidak sehat bagi perekonomian. Meningkatnya impor membuat permintaan dolar naik signifikan. Akibatnya rupiah diprediksi terus melanjutkan pelemahan hingga Juni," ujar Bhima.

Bhima memperkirakan nilai tukar rupiah dapat mencapai lebih dari Rp 14 ribu per dolar AS pada akhir tahun. Rupiah tercatat sudah menembus Rp 14 ribu per dolar AS sejak 8 Mei 2018, berdasarkan kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia. Pada hari ini, rupiah di pasar spot juga kembali mengalami pelemahan 74 poin atau 0,52 persen di level Rp 14.094 per dolar AS.

"Rupiah masih belum bisa ditopang sentimen dalam negeri. Ini akan menyebabkan cadangan devisa terus tergerus. Dari awal tahun sudah tergerus 7 miliar dolar AS," kata Bhima.

Badan Pusat Statistik sebelumnya menyebut jika defisit pada April ini di luar ekspektasi. Defisit disebabkan oleh tingginya impor.

Investasi

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai, peningkatan impor merupakan dampak dari pertumbuhan investasi di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, impor Indonesia pada April 2018 adalah sebesar 16,09 miliar dolar AS atau naik 11,28 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Jika dibandingkan dengan ekspor April 2017, terjadi kenaikan seb esar 34,68 persen.

"Artinya, kalau proyek infrastruktur dan kemudian proyek-proyek investasi swasta lain yang noninfrastruktur yang memang pertumbuhannya meningkat, itu pasti butuh barang modal dan bahan baku," ujar Darmin di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta pada Selasa (15/5).

Darmin mengatakan, investasi terus menunjukkan peningkatan pertumbuhan. Pada kuartal pertama 2018, pertumbuhan investasi tecatat sebesar 7,95 persen (yoy).

"Dari segi perkembangan ekonomi artinya positif. Karena investasi berjalan, baik investasi swasta maupun investasi dalam bentuk infrastruktur," ujar Darmin.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement