EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menyatakan, dalam jangka pendek akan memprioritaskan kebijakan moneter. Hal itu bertujuan menstabilkan nilai tukar rupiah.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyebutkan, ada empat langkah yang akan diambil bank sentral. Pertama, merespons kebijakan suku bunga secara preemptive dan frontloading untuk memperkuat sekaligus menstabilkan kurs rupiah.
"Di samping itu, tentu agar tetap konsisten dan inflasi 2018 sampai 2019 terjaga di 3,5 plus minus satu persen. Kami sudah jadwalkan RDG (rapat dewan gubernur) bulanan tambahan pada Rabu untuk merumuskan kebijakan ini," katasnya kepada wartawan di Jakarta, Senin (28/5).
Baca juga, Gubernur BI Paparkan Penyebab Kurs Rupiah Tertekan
Dirinya menegaskan, RDG tersebut bukan RDG darurat. "Kami kalau melakukan respons cepat, RDG bisa ditambah sekaligus langkah preemptive untuk FOMC (Federal Open Market Committee) tanggal 14 Juni mendatang," tutur Perry.
Langkah kedua, BI bakal melanjutkan, memperkuat, dan mengoptimalkan intervensi ganda atau dual intervention yang sudah dilakukan sejak 2013. Dengan begitu, tidak hanya menstabilkan kurs, tetapi juga turut membeli surat berharga negara (SBN) di pasar sekunder.
"Ketiga, kita akan terus arahkan untuk menjaga kecukupan likuiditas, khususnya di rupiah dan pasar swap antarbank. Kami pastikan likuiditas perbankan cukup serta berbagai kebutuhan likuiditas perbankan bisa kita penuhi," ujar Perry.
Hari ini, misalnya, kata dia, suku bunga PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan) hanya sekitar empat persen. Ini sedikit lebih rendah daripada policy rate BI.
Langkah keempat, kata dia, adalah mengintensifkan dengan pelaku pasar, peternakan, dunia usaha, serta ekonomi. Tujuannya membentuk ekspektasi rasional untuk menghindari perkiraan nilai tukar yang cenderung melemah.
"Ekspektasi dibentuk karena kandungan informasi. Kalau informasi terbatas, ekspektasi akan ke mana-mana," ujar Perry.
Ia menuturkan, BI berkoordinasi pula dengan pemerintah serta regulator seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk tetap memberi dukungan pertumbuhan jangka menengah serta panjang.
"Instrumennya bukan instrumen moneter. Hanya saja, kami punya instrumen makroprudensial, pendalaman pasar keuangan, serta syariah yang juga pro pertumbuhan," katanya.
Sebagai informasi, berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), pada awal pekan ini rupiah ada di level Rp 14.065 per dolar AS. Angka itu menguat dibandingkan posisi pada akhir pekan lalu, Jumat (25/5), yang sebesar Rp 14.166 per dolar AS.