EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) memutuskan untuk menurunkan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras. Namun, hal tersebut dinilai DPR RI kurang tepat.
Ketua KomisiIV DPR RI Edhy Prabowo mengatakan, regulasi yang dibuat Kemendag untuk konsumen adalah penting. Namun, yang paling penting saat ini bukan menentukan harga.
"Dia intervensinya sejauh mana. Dia tau tidak berapa beras yang dikuasai oleh pemerintah sendiri, berapa yang di masyarakat," katanya saat ditemui di Gedung Nusantara DPR/MPR, Senin (3/6).
Baca juga, Mendag akan Turunkan HET Beras Kualitas Medium
Termasuk, Kementan mengetahui pasokan yang dimiliki oleh perusahaan beras. Menurutnya, bicara konsumsi makanan adalah bagaimana di tingkat produksi, produsennya tidak terpukul begitu juga di tingkat konsumsi, konsumen tidak terpukul dengan harga yang tinggi.
Petani senang dengan harga yang tinggi hingga melewati harga pembelian Bulog. Pemerintah pun berupaya menekan harga dengan memasukkan beras impor yang dijual di atas Rp 9.000 per kilogram (kg). Harga beras impor yang tinggi justru tidak bisa menekan harga menjadi lebih rendah.
"Kalau selama ini kita berharap harganya turun enggak akan turun-turun. Nah ini yang terjadi," ujar dia.
Padahal apapun regulasinya, intinya adalah regulasi yang begitu sampai konsumen tidak menekan konsumen. Sebab, mayoritas di Indonesia adalah konsumen.
Baca juga, Peritel Sudah Turunkan Harga Jual Beras Medium
Saat ini di daerah Sumatera Selatan yang pada dasarnya memiliki daya beli yang cukup bagus, kini sudah teriak karena harga karet yang rendah. Alasannya, masyarakat Sumsel sebagian besar bergantung pada karet naik.
"Maka itu harga di tingkat konsumen menjadi penting," kata dia.
HET beras di angka kisaran Rp 8.000 diakui Edhy adalah angka yang tepat mengingat harga gabah di petani sebeaar Rp 5.000 per kg. Pagu anggaran gabah sendiri sebesar Rp 3.700 per kg.
Menurutnya, angka Rp 3.700 sudah menguntungkan petani dengan diberikannya subsidi benih dan subsidi pupuk. Ia menjelaskan, berdasarkan laporan Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), biaya produksi dengan sewa tanah dan ongkos tenaga kerja Rp 4.000 per kg.
"Jadi tinggal dihitung saja marginnya dari Rp 4.000 ini untuk jual," katanya.
Pemerintah telah menetapkan harga Rp 3.700 per kg dengan harapan harga beras yang dilemparkan ke pasar tidak melonjak. Apalagi produksi beras melebihi kebutuhan yang ada.