EKBIS.CO, JAKARTA -- Perusahaan-perusahaan asuransi syariah baru menargetkan pertumbuhan premi cukup tinggi pada tahun ini. Meski dari segi nominal masih kecil, persentase petumbuhan mencapai ratusan persen.
Presiden Direktur PT Asuransi Jiwa Syariah Jasa Mitra Abadi (JMA Syariah), Ibrahim, menyatakan, per Desember 2017 JMA Syariah membukukan pertumbuhan premi sebesar 300 persen (yoy) dibandingkan Desember 2017.
Adapun premi sampai Desember 2017 tercatat sekitar Rp 40 miliar. Tahun ini, JMA Syariah juga menargetkan pertumbuhan premi sebesar 300 persen (yoy).
"Target premi Rp 120 miliar sampai Desember 2018. Nominal kami kecil tapi persentase tinggi. Karena kami akhir 2015 baru mendapat izin operasional," kata Ibrahim kepada wartawan di Jakarta, Senin (4/6).
Ibrahim menjelaskan, untuk mencapai target premi tersebut JMA Syariah berupaya menjual produk-produknya dengan meluaskan segmen pasar dan membangun jaringan. Perluasan pasar dilakukan sampai ke daerah-daerah. Kemudian juga menggerakkan semua elemen-elemen internal dan bekerja sama dengan elemen eksternal.
"Kami berharap laba paling tidak ada pertumbuhan 20 persen menjadi sekitar Rp 40 miliar sampai akhir tahun 2018," imbuhnya.
Sampai kuartal I 2018, JMA Syariah mencatatkan surplus underwriter sebesar Rp 3,8 miliar. Dari sisi aset tercatat sebesar Rp 190 miliar pada kuartal I 2018. Tahun depan, Ibrahim berharap JMA Syariah memiliki aset antara Rp 200 miliar sampai Rp 500 miliar.
Tahun ini, JMA Syariah juga mulai menyasar nasabah individu. Selama ini, nasabah JMA Syariah masih didominasi AJK atau asuransi jiwa kredit. "Kami kerja sama dengan eksternal. Kami punya 500-an agen untuk garap pasar," ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Utama PT Asuransi Syariah Keluarga Indonesia (Asyki), Mudzakir, mengatakan, pada umumnya perusahaan asuransi jiwa membutuhkan waktu untuk membukukan keuntungan. Namun, dalam waktu dua tahun operasional Asyki sudah membukukam keuntungan.
Mudzakir menjelaskan, Asyki menerapkan strategi manajemen di biaya terutama bidang SDM. Selain itu, Asyki fokus di captive market yakni BMT Sidogiri dan Tazkia Grup. Asyki juga berbasis teknologi sehingga dari sisi pelayanan lebih cepat dan biaya lebih hemat.
"Pembiayaan kami masuk sektor mikro. Kecil-kecil banyak kalau tidak fasilitasi sistem maka biayanya tinggi. Makanya alhamdulillah tahun kedua kami bisa bukukan laba," kata Mudzakir.
Asyki mendapatkan izin operasional dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada November 2015. Bisnis Asyki baru beroperasi pada 2016. Laba yang dibukukan pada tahun kedua di atas 10 persen dibandingkan modal yang dimiliki.
Sampai akhir tahun 2018, Mudzakir menargetkan Asyki dapat membukukan Rp 80 miliar premi baru di bisnis mikro. Pada kuartal pertama 2018, pertumbuhan premi mencapai 254 persen (yoy) menjadi sekitar Rp 200 miliar.
Dalam rencana bisnis selama lima tahun operasional mulai 2016-2020, Asyki menargetkan dapat membukukan premi senilai Rp 1 triliun. "Target laba tahun ini di atas Rp 1 miliar. Dari sisi aset kami masih kecil," ujarnya.
Untuk mencapai target premi baru sebesar Rp 80 miliar tersebut, Asyki menyasar nasabah individu. Caranya dengan meluncurkan program Indonesia Bertaawun. Program tersebut menyasar masyarakat tingkat bawah yang rata-rata dalam satu keluarga penghasilannya Rp 5 juta per bulan. Jika ada salah satu anggota keluarga yang meninggal, maka penghasilan berkurang. Selama ini, kebutuhan mereka ditutupi dari Lembaga Amil Zakat (LAZ).