EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) melonggarkan syarat uang muka (Down Payment/DP) Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Dengan membebaskan perbankan untuk memberikan besaran nilai kredit Loan to Value (LTV).
Hal itu berarti, perbankan tidak terikat aturan pemberian besaran uang muka oleh nasabah. Bahkan bank bisa memberikan DP nol persen berdasarkan penilaian manajemen risiko bank.
Pengamat Properti yang juga menjabat Direktur Riset dan Konsultasi Savils Indonesia Anton Sitorus menilai, regulasi tersebut tidak konsisten. Apalagi bila sampai ada pembebasan DP.
"Uang muka itu menurut saya tetap harus ada. Makanya jangan sembarangan menurunkan rasio LTV seperti waktu itu," ujar Anton saat dihubungi Republika, Jumat, (29/6).
Sebelumnya, BI telah mengatur besar LTV atau kredit pembelian rumah tahap pertama yang luasnya di atas 70 meter persegi, sebesar 85 persen dari total harga rumah. Maka, uang muka yang dibebankan ke peminjam sebesar 15 persen.
"Dulu, terlalu berlebihan responnya. Sekarang kalau sampai dibebaskan, menurut saya juga respon yang terlalu berlebihan," katanya.
Ia bahkan mengaku tidak yakin, pelonggaran LTV kali ini akan berdampak signifikan mendongkrak pertumbuhan properti. "Sebaliknya, harus hati-hati, jangan sampai dimanfaatkan oleh spekulan karena dibebaskan uang muka tersebut," tutur Anton.
Kebijakan itu rencananya berlaku pada 1 Agustus mendatang. Ada tiga aspek dari kebijakan tersebut, pertama pelonggaran rasio LTV dilakukan untuk kredit properti lalu rasio FTV (Financing to Value) untuk pembiayaan properti. Kedua, pelonggaran jumlah fasilitas kredit atau pembiayaan melalui mekanisme inden. Lalu ketiga, penyesuaian pengaturan tahapan dan besaran pencairan kredit atau pembiayaan. BI memastikan, pelonggaran tersebut tidak akan membahayakan perekonomian negara.
Sementara itu, Direktur Keuangan Bank Tabungan Negara (BTN) Iman Nugroho Soeko menilai, kebijakan tersebut bagus. Pasalnya dapat mendorong pertumbuhan KPR. Seperti diketahui, BTN merupakan bank yang fokus bisnisnya di properti terutama penyaluran KPR baik KPR subsidi maupun nonsubsidi. Tahun ini, perseroan menargetkan, pertumbuhan KPR nonsubsidi mencapai 24 persen.
"Harusnya bagus untuk pertumbuhan KPR. Terutama yang big ticket size atau rumah yang rada mahal," ujarnya.
Menurutnya, kebijakan tersebut juga bisa meningkatkan sektor properti. "Hal itu sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai BI," ujar Iman.