EKBIS.CO, JAKARTA -- Perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat (AS) dengan Cina berpotensi menjadikan Indonesia pasar bagi Cina. Namun, arus barang dari Cina ini bisa dimanfaafkan dengan baik.
Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal mengatakan, beberapa produk-produk yang mungkin kelimpahan masuk ke Indonesia adalah produk-produk besi baja dan logam. Kelimpahan besi baja ini menurutnya akan meningkatkan input produksi bagi Indonesia.
"Jadi sebenarnya ini bagus juga untuk proses industrialisasi, jadi seharusnya harga bisa jadi lebih murah," kata dia kepada Republika.co.id, Ahad (8/7). Apalagi, selama ini Indonesia mengalami deindustrialisasi.
Di sisi lain, ada kompetisi dengan industri baja setempat seperti Krakatau Steel yang akan terdampak paling signifikan. Hal ini karena harga barang asal Cina yang sangat murah.
Indonesia bisa melihat selisih antara harga yang ditawarkan Cina dengan harga internasional. Jika terdapat selisih yang cukup tinggi, itu artinya itu ada potensi dumping.
"Kalau ada potensi dumping, sebenarnya pemerintah itu bisa menerapkan biaya masuk antidumping. Itu yang bisa dilakukan secara segera," katanya.
Untuk melakukan penerapan biaya antidumping diperlukan kajian dan aturan birokrasi yang memakan waktu hingga tiga tahun. Hal itu berkaca dari pengajuan biaya tarif antidumping oleh asosiasi baja Indonesia terhadap Cina pada 2008-2009.
Sementara Indonesia tidak bisa menghalangi masuknya produk Cina tersebut karena akan memicu adanya perang dagang. Mencari pasar baru selain AS menjadi dampak lanjutan akibat trade war yang terjadi karena tidak mungkin menahan produksi negaranya. Pemilihan Indonesia tentunya karena merupakan pasar terbesar di ASEAN.
Menurutnya, ASEAN menjadi pasar prospektif sekaligus paling dekat dengan negara tersebut. Pasar ASEAN yang memiliki koneksi kuat dengan Cina yaitu Vietnam, Thailand dan Myanmar.