EKBIS.CO, JAKARTA -- Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia tumbuh melambat pada akhir Mei 2018 seiring arus dana asing yang keluar dari pasar surat berharga negara. Hal itu dampak dari normalisasi suku bunga di AS dan naiknya imbal hasil obligasi Paman SAM.
Bank Indonesia dalam publikasinya di Jakarta, Senin, mencatat ULN Indonesia pada akhir Mei 2018 sebesar 358,6 miliar dolar AS atau setara Rp5.127 triliun (kurs Rp14.300 per dolar AS). Jumlah tersebut tumbuh 6,8 persen secara tahunan (yoy), namun lebih lambat dibandingkan pertumbuhan April 2018 yang sebesar 7,8 persen secara tahunan.
Utang Indonesia itu terdiri dari utang luar negeri pemerintah dan bank sentral tercatat sebesar 182,5 miliar dolar AS. Sementara utang luar negeri swasta 176,1 miliar dolar AS. "Utang luar negeri pemerintah tumbuh melambat dipengaruhi oleh pelepasan SBN (Surat Berharga Negara) domestik oleh investor asing sejalan dengan perkembangan likuiditas global," tulis BI dalam Statistik Utang Luar Negeri Indonesia periode Juli 2018.
Baca juga, Utang Luar Negeri Indonesia Mencapai 358,6 Miliar Dolar AS.
Adapun, kepemilikan SBN domestik oleh investor asing turun hingga 1,1 miliar dolar AS selama Mei 2018. Penurunan ini dilihat sebagai dampak dari antisipasi investor atas rencana Federal Reserve yang menaikkan tingkat suku bunga pada Juni 2018.
"Investor asing melepas sementara kepemilikan SBN domestik sambil memperhatikan perkembangan likuiditas global yang menuju pada keseimbangan baru," ungkap publikasi tersebut.
Hal itu menunjukkan investor asing di pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik cenderung wait and see dalam menyikapi agenda kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve.
Dengan begitu, utang luar negeri pemerintah yang berupa SBN milik nonresiden tercatat sebesar 124,6 miliar dolar AS, sedangkan pinjaman dari kreditur asing sebesar 54,7 miliar dolar AS.
Di sisi lain, perlambatan pertumbuhan utang luar negeri swasta terutama dipengaruhi oleh melambatnya pertumbuhan utang luar negeri sektor pertambangan, sektor industri pengolahan, dan sektor pengadaan listrik, gas, dan uap/air panas (LGA). Secara tahunan, pertumbuhan utang luar negeri ketiga sektor tersebut masing-masing sebesar 0,2 persen, 3,3 persen, dan 11,7 persen.
"Adapun, pertumbuhan utang luar negeri sektor jasa keuangan mengalami peningkatan dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya," demikian publikasi tertulis.
Keempat sektor bisnis tersebut tercatat sebagai pemegang utang luar negeri swasta terbesar dengan porsi 72,4 persen.
Secara umum, Bank Sentral menilai perkembangan utang luar negeri Indonesia pada Mei tetap terkendali dengan struktur yang sehat. Hal ini tercermin antara lain dari rasio utang luar negeri Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang stabil di kisaran 34 persen. BI mengklaim rasio tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan rata-rata negara setara.