EKBIS.CO, JAKARTA -- Operasi Pasar (OP) yang dilakukan Kementerian Pertanian (Kementan) dinilai tidak efektif menekan harga telur ayam. Sebab, ada banyak faktor yang menyebabkan tingginya harga telur ayam.
"Nggak bisa hanya lewat operasi pasar karena problemnya dari hulu," kata Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira, Kamis (19/7).
Ia mengatakan, tingginya harga telur disebabkan oleh kenaikan biaya pakan ternak. Lebih dari 30 persen komponen pakan ternak ayam petelur merupakan produk impor.
Itu artinya, dengan melemahnya kurs rupiah saat ini membuat harga pakan ayam lebih mahal. Di sisi lain, kebijakan penghentian impor jagung diakui Bhima justru membuat jagung yang merupakan kebutuhan pakan lebih langka dan mahal. "Kombinasi itu semua yang membuat harga telurnya naik," kata dia.
Operasi Pasar Telur Ayam. Warga mengantri membeli telur ayam saat operasi pasar di Toko Tani Indonesia Center (TIIC), Jakarta, Kamis (19/7).
Harga telur ayam diketahui masih stabil tinggi di atas Rp 28 ribu per kilogram (kg). Kementan bersama pengusaha dan produsen telur ayam menggelontorkan sedikitnya 100 ton telur ayam untuk operasi pasar di Jabodetabek. Harga yang dibanderol pun jauh di bawah harga pasar yakni Rp 19.500 per kg.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan, OP akan terus dilakukan hingga harga telur ayam berada di level normal sebesar Rp 25 ribu hingga Rp 26 ribu per kg.
"Jadi insyaallah satu minggu turun, sekarang sudah mulai turun. Ini langkah nyata, langsung kita kirim," ujarnya.
Telur ayam tersebut akan terus dikirim ke 50 titik di Jabodetabek dan beberapa titik di kota besar lainnya dengan harapan mengendalikan harga di pasar. Nantinya, jika harga telur ayam sudah terlalu turun, pihaknya akan perlahan menghentikan operasi pasar.
"Nanti marah lagi peternaknya. Harga naik dia marah, harga turun juga dia marah," katanya.