EKBIS.CO, JAKARTA -- Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita memiliki pandangan berbeda terhadap penindakan kendaraan yang bermuatan dan berdimensi lebih. Jika Kementerian Perhubungan (Kemenhub) masih memberikan toleransi perbedaan jenis sanksi, maka Zaldy memili anggapan berbeda.
"Jangan sampai memberikan toleransi terhadap siapapun untuk masalah kelebihan muatan karena aturan ini sudah ada sejak 10 tahun yang lalu," kata Zaldy kepada Republika.co.id, Ahad (5/8).
Selama ini, perkembangan arus pengiriman logistik sudah cukup bagus. Bahkan, kata dia, ada pertumbuhan sekitar 12 persen dari tahun lalu. Namun, masalah kelebihan muatan dan dimensi masih terus terjadi.
Meskipun begitu, Zaldy mendukung upaya Kemenhub mulai menerapkan penidakan di tiga jembatan timbang. "Kami sangat mendukung penindakan yang tegas terhadap truk kelebihan muatan, pemerintah juga menindak pemilik barang memakai truk kelebihan muatan," jelas Zaldy.
Baca juga, Kemenhub akan Evaluasi SOP Mekanisme Jembatan Timbang
Dia menilai, pemerintah tidak perlu takut jika penindakan tersebut berdampak buruk pada kenaikan harga. Zaldy mengatakan aturan tersebut tidak akan berdampak terhadap kenaikan harga logistik untuk jangka panjang.
"Kalaupun ada kenaikkan karena selama ini pemilik barang mencuri harga yang seharusnya karena berbuat curang melalui kelebihan muatan," tutur Zaldy.
Sejak 1 Agustus 2018, Kemenhub menerapkan penindakan di jembatan timbang Balonggandu Karawang, Losarang Indramayu, dan Widang Tuban. Untuk truk yang bermuatan lebih mencapai 100 persen dilakukan penindakan penurunan barang.
Hanya saja, toleransi masih diberikan untuk truk pengangkut sembako, pupuk, dan semen. Kemenhub hanya memberikan penilangan saja jika muatan berlebih hanya mencapai 50 persen untuk truk sembako dan 40 persen untuk pupuk serta semen.