EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, kinerja perekonomian Indonesia pada semester pertama 2018 terus memperlihatkan tren penguatan pertumbuhan ekonomi. Badan Pusat Statistik (BPS) pun telah mengumumkan pertumbuhan ekonomi kuartal II 2018 sebesar 5,27 persen.
"Angka itu tertinggi sejak 2014. Pertumbuhan tersebut disumbang oleh peningkatan pengeluaran konsumsi diriingi tingkat inflasi terjaga di 3,18 persen pada Juli," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, (14/8).
Lebih lanjut, Sri Mulyani mengaku nilai tukar rupiah tengah terimbas dinamika global tersebut. Untuk nilai tukar sampai Juli year to date (ytd) telah capai di Rp 13.855 per dolar AS. Perempuan yang akrab disapa Ani ini juga menyebutkan, realisasi penerimaan pendapatan negara dan hibah hingga akhir Juli 2018 telah mencapai Rp 994,36 triliun.
Dengan begitu sudah 52,48 persen dari target penerimaan pendapatan pada APBN 2018 yang dipatok sebesar Rp 1.894,7 triliun.
Sementara, angka realisasi penerimaan perpajakan sampai akhir Juli 2018 terkumpul sebesar Rp 780,05 triliun. Lalu PBNB sebesar Rp 211,04 triliun, serta hibah sebesar Rp 3,27 triliun. "Dengan begitu realisasi penerimaan perpajakan dan PNBP hingga akhir Juli 2018 tumbuh. Secara berturut-turut 14,6 persen dan 22,53 persen," tutur Ani.
Baca juga, Sri Mulyani: Ekonomi Indonesia Berbeda dengan Turki.
Sebelumnya Menkeu Keuangan Sri Mulyani menegaskan kondisi perekonomian Indonesia berbeda dengan kondisi di Turki yang saat ini nilai tukar mata uangnya anjlok. Menurut dia, sejumlah indikator menunjukan kondisi perekonomian Indonesia yang cukup positif dan inflasi yang stabil.
"Juga dari sisi APBN dalam kondisi yang cukup baik outlook defisit turun mendekati dua persen dan tahun depan defisit turun lagi di bawah dua persen," kata dia di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (14/8).
Ia menyebutkan kondisi Indonesia dan Turki juga berbeda dilihat dari sisi inflasi. Inflasi di Indonesia, kata dia, saat ini sebesar 3,2 persen. Sedangkan, di Turki inflasi mendekati 16 persen. "Kondisi Indonesia dengan pertumbuhan di atas lima persen dan outlook 5,2, memang Turki tumbuh lebih tinggi. Tapi inflasi kita yang 3,2 persen, di Turki kondisinya mendekati 16 persen," ujarnya.
Selain itu, Sri Mulyani juga menyebut utang luar negeri atau external debt di Turki lebih besar yakni mencapai 53,2 persen dibandingkan Indonesia yang 34,7 persen. Sedangkan, utang luar negeri sektor swasta Turki mencapai 37 persen dan Indonesia hanya 17 persen dari GDP. "Dan gross financing requirement bisa mencapai 52 billion (miliar), kita 7 billion (miliar). Ini menggambarkan perbedaan," kata Sri Mulyani.