EKBIS.CO, JAKARTA –- Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) menyatakan bisa menyerap gabah hingga 10 ribu ton per hari. Target tersebut dua kali lipat dari realisasi saat ini yakni masih 5.000 ton per hari.
Direktur Pengadaan Bulog Bachtiar menjelaskan, tingkat penyerapan sampai 10 ribu ton per hari sempat terjadi pada periode Juli dan kembali turun pada bulan ini. "Kalau kita tetap menjaga stok, maka penyerapan dalam negeri juga bisa dimaksimalkan," tuturnya ketika ditemui usai rapat koordinasi di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (27/8).
Bachtiar menambahkan, pada Juli, tingkat penyerapan bisa di atas 10 ribu ton. Namun, penyerapan saat ini cenderung bervariasi karena masih ada beberapa kawasan yang panen. Kawasan itu di antaranya Sulawesi Selatan yang seluruh wilayahnya panen hingga ribuan ton per hari. Akan tetapi, Bulog hanya menyerap sebagian hasil panen.
Menurut Bachtiar, penyerapan 5.000 ton per hari masih terbilang aman untuk Indonesia. Angka tersebut bisa terus meningkat sampai tergantung kondisi pasar dan hasil pertanian.
Menurut Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2015, HPP untuk gabah kering panen (GKP) di tingkat petani sebesar Rp 3.700 per kilogram, sementara di tingkat penggilingan Rp 3.750 per kilogram. Gabah kering giling (GKG) di tingkat penggilingan Rp 4.600 per kilogram, di gudang bulog Rp 4.650 per kilogram dan HPP beras di gudang bulog Rp 7.300 per kilogram.
Terkait harga gabah, Bachtiar mencatat, saat ini masih berada di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yakni Rp 4.070. Bulog membelinya dengan fleksibilitas 10 persen. Bachtiar menuturkan, Bulog masih belum ada rencana untuk mengubah acuan itu.
Menurut Bachtiar, pengadaan beras dari dalam negeri mencapai 1,4 juta ton. Dari total tersebut, sekitar 500 ribu ton sampai 600 ribu ton dipakai untuk operasi pasar, penanggulangan bencana alam, dan beras sejahtera atau rastra. "Jadi, stok kita masih lebih dari 800 ribu ton," ujarnya.
Sementara itu, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, beras impor masuk ke pasaran akan dimulai pada Senin (27/8). Kebijakan tersebut diambil berdasarkan hasil rapat koordinasi (rakor) di Gedung Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta yang turut mengundang Kementerian Pertanian, Bulog dan Kementerian BUMN.
Rakor membicarakan terkait upaya untuk menekan harga beras agar sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET), termasuk melalui penetrasi. "Kalau harganya naik, nanti siapa yang merugi? Konsumen," ujarnya ketika ditemui usai menghadiri rakor.
Penetrasi akan terus dilaksanakan sampai harga beras di pasaran mulai stabil, yakni hingga level HET. Penetrasi pasar ini dilakukan agar tidak ada lagi harga beras yang berada di atas level HET sampai merugikan konsumen.
Enggar memastikan, pemberian izin impor beras 2 juta ton terhadap Bulog tersebut sudah diputuskan sejak beberapa bulan lalu melalui rakor. Dalam rapat itu, dibicarakan bahwa pasokan berkurang dan kecenderungan harga meningkat, sehingga dibutuhkan tambahan beras dari impor.