Selasa 28 Aug 2018 22:41 WIB

Pemerintah Optimistis B20 Mampu Atasi Defisit Transaksi

Defisit transaksi berjalan Kuartal II tercatat 8 miliar dolar AS atau 3 persen PDB

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Asisten gubernur kepala departemen kebijakan ekonomi dan moneter BI Dody Budi Waluyo (tengah) dan Deputi I Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir dalam media briefing rapat koordinasi (rakor) pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan BI di Batam, Kamis (13/4)
Foto: humas BI
Asisten gubernur kepala departemen kebijakan ekonomi dan moneter BI Dody Budi Waluyo (tengah) dan Deputi I Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir dalam media briefing rapat koordinasi (rakor) pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan BI di Batam, Kamis (13/4)

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Kementerian Koordinator Perekonomian meyakini kebijakan Biodiesel 20 (B20) dan pengembangan pariwisata dapat mengatasi persoalan defisit neraca transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD). Untuk diketahui, defisit neraca transaksi berjalan pada kuartal II 2018 mengalami kenaikan karena adanya peningkatan aktivitas ekonomi domestik.

Defisit transaksi berjalan pada kuartal II 2018 tercatat 8,0 miliar dolar AS atau 3,0 persen PDB. CAD tersebut lebih tinggi dibandingkan defisit kuartal sebelumnya sebesar 5,7 miliar dolar AS atau 2,2 persen PDB. Sampai dengan semester I 2018, defisit transaksi berjalan masih berada dalam batas yang aman, yakni 2,6 persen PDB.

"Kalau dengan B20 kita bisa menghemat devisa 2 sampai 2,3 miliar dolar AS (pada 2018). Pada 2019, diperkirakan menghemat devisa 5 hingga 6 miliar dolar AS," kata Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir ketika dihubungi Republika.co.id, Selasa (28/8).

Selain itu, kata Iskandar, pemerintah juga terus berupaya menggenjot sektor pariwisata guna meningkatkan devisa. Salah satu dukungan yang diberikan pemerintah adalah dengan meluncurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Pariwisata. 

"Dengan perkiraan kunjungan wisatawan mancanegara sebesar 25 juta tahun depan, maka diharapkan kita bisa mengatasi CAD," kata Iskandar. 

Untuk mengatasi CAD, Pemerintah tengah mengkaji opsi penambahan jumlah barang konsumsi yang terkena Pajak Penghasilan (PPh) impor. Hal itu sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk menghambat laju impor terutama dari barang konsumsi. 

"Sekarang kita lihat lagi. Opsinya kan menaikkan tarif (PPh impor). Nah, ada opsi lain lagi yaitu menambah jumlah item barangnya," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara di kompleks Parlemen, Jakarta pada Selasa (28/8).

Suahasil mengatakan, saat ini terdapat 900 barang konsumsi yang dikenakan PPh impor sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 132 tahun 2015 dan PMK 34/2017 dengan tarif bervariasi mulai 2,5 persen hingga 10 persen. Dia mengatakan, jika opsi penambahan barang diambil, barang tersebut harus sudah diproduksi di dalam negeri. Selain itu, kata Suahasil, opsi yang dipertimbangkan pemerintah adalah menaikkan tarif PPh impor. 

Yuk gabung diskusi sepak bola di sini ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement