EKBIS.CO, JAKARTA – Daya tahan industri perbankan kembali diuji dengan kembalinya era suku bunga tinggi. Maklum, Bank Indonesia (BI) sudah menaikkan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate (BI 7DRR) sebesar 125 basis poin (bps) sepanjang Mei-Agustus 2018 menjadi 5,50 persen.
Penaikan suku bunga itu dilakukan untuk mencegah pelemahan nilai tukar rupiah di tengah tren kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat, the Federal Reserve (the Fed).
Dengan naiknya BI 7DRR, bank harus lebih cerdik dalam mencari dana murah. Chief Economist PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Winang Budoyo memandang industri perbankan harus mencari cara dan menyiapkan strategi dalam menjalankan bisnisnya.
“Era suku bunga tinggi mendorong bank untuk meningkatkan efisiensi sekaligus governance agar tetap dapat mencetak keuntungan,” kata dia dalam acara Media InfobankTALKnews bertema ‘Daya Tahan Perbankan Makin Rentan di Era Suku Bunga Tinggi’, di IPMI International Business School, Jakarta, Selasa (28/8).
Dia mengatakan, di tengah tren kenaikan suku bunga, BTN akan fokus menyalurkan KPR bersubsidi. Sebab, BTN saat ini menguasai pangsa pasar KPR bersubsidi sebesar 94 persen.
“Sejak 20 Agustus ini BTN kembali dilibatkan dalam KPR subsidi. Alhamdulillah, kami selalu bisa mencapai target KPR subsidi,” kata dia.
Direktur Biro Riset Infobank Eko B Supriyanto memprediksi bank-bank akan menaikkan suku bunga sebagai antisipasi untuk mempertahankan NIM (net interest margin). Tapi, konsekuensinya akan menaikkan risiko kredit bermasalah.
“Risiko terbesar ada di nasabah karena nilai tukar dan pukulan suku bunga tinggi. Salah satu cara termudah adalah meningkatkan dana murah dan meningkatan efisiensi operasional,” katanya.