Kamis 30 Aug 2018 19:09 WIB

Ekonom Prediksi Harga BBM Naik Usai Pemilu

Proyeksi inflasi pada 2019 diperkirakan akan menembus 4,5 persen.

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Teguh Firmansyah
Ilustrasi kilang minyak
Foto: AP Photo/J David Ake
Ilustrasi kilang minyak

EKBIS.CO, JAKARTA -- Kepala ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan memproyeksi tingkat inflasi pada 2019 akan menembus level 4,5 persen. Hal itu di atas proyeksi pemerintah dalam APBN 2019 yang sebesar 3,5 persen.

"Tahun depan diperkirakan 4,5 persen karena mau tidak mau setelah pemilu dan lebaran, pemerintah harus adjust (menyesuaikan) harga bahan bakar minyak (BBM), tidak semua, sebagian, tapi mau tidak mau," kata Anton di Jakarta, Kamis (30/8).

Dia menyebut, angka inflasi saat ini berada di level 3,18 persen (yoy) dan diproyeksi hingga akhir 2018 akan berada di level 3,6 persen.

Selain faktor BBM, Anton menjelaskan, pengusaha akan menaikkan harga jual produknya kepada konsumen. Hal itu, katanya, akibat efek depresiasi rupiah dan kenaikan harga BBM. "Selain itu, ada juga tekanan dari kenaikan harga pangan termasuk beras," katanya.

Minyak dunia

Kenaikan harga BBM sangat dipengaruhi oleh kian mahalnya minyak dunia.  Harga minyak naik lebih dari satu persen pada akhir perdagangan Rabu (29/8) waktu setempat. Harga minnyak Brent mencapai tertinggi dalam tujuh pekan dan minyak mentah AS menyentuh tertinggu tiga pekan.

Kedua kontrak minyak mentah meningkat setelah stok minyak mentah dan bensin AS berkurang. Tak hanya itu, kontrak meningkat setelah ekspor minyak mentah Iran turun karena sanksi-sanksi AS menghalangi para pembeli.

Minyak mentah Brent untuk pengiriman Oktober bertambah 1,19 dolar AS atau 1,6 persen, menjadi menetap pada 77,14 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange. Patokan global sempat menyentuh 77,41 dolar AS, tertinggi sejak 11 Juli.

Sementara itu, minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober, naik 98 sen AS atau 1,4 persen, menjadi ditutup di 69,51 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange. Harga tersebut stabil setelah menyentuh 69,75 dolar AS, tertinggi sejak 7 Agustus.

Badan Informasi Energi (EIA) mengatakan,  persediaan minyak mentah AS turun 2,6 juta barel pekan lalu. Jumlah ini melebihi perkiraan penarikan 686 ribu barel oleh para analis yang disurvei oleh Reuters. "Minyak mentah mendapat dukungan tambahan hari ini dari penurunan persediaan di seluruh papan," kata Andrew Lipow, presiden Lipow Oil Associates. Menurunnya ekspor Iran dan berkurangnya ekspor dari Venezuela karena kerusakan terminal, juga memberikan dukungan terhadap harga, katanya.

Harga minyak didukung oleh indikasi bahwa ekspor minyak mentah Iran jatuh lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya, kata para analis. Ekspor minyak mentah dan kondensat Iran pada Agustus diperkirakan turun di bawah 70 juta barel untuk pertama kalinya sejak April 2017.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement