Senin 03 Sep 2018 18:01 WIB

Kenaikan Harga Gabah Patut Diwaspadai, Ini Alasannya

Peningkatan GKP menunjukkan stok ataupun panen di daerah mulai berkurang

Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pekerja mengemas beras hasil pembelian dari petani di Gudang Bulog Subdivre Serang, di Serang, Banten, Jumat (19/1). Bulog setempat tahun 2017 hanya mampu menyerap 37 ribu ton beras petani dari target sebanyak 42 ribu ton karena terkendala cuaca dan fluktuasi harga yang tinggi seperti saat ini gabah petani dijual seharga Rp5.500 sedang standar pembelian di Bulog hanya Rp3.900 per kilogram.
Foto: Asep Fathulrahman/Antara
Pekerja mengemas beras hasil pembelian dari petani di Gudang Bulog Subdivre Serang, di Serang, Banten, Jumat (19/1). Bulog setempat tahun 2017 hanya mampu menyerap 37 ribu ton beras petani dari target sebanyak 42 ribu ton karena terkendala cuaca dan fluktuasi harga yang tinggi seperti saat ini gabah petani dijual seharga Rp5.500 sedang standar pembelian di Bulog hanya Rp3.900 per kilogram.

EKBIS.CO, JAKARTA -- Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan pihak terkait perlu mewaspadai peningkatan harga gabah kering panen di tingkat petani pada Agustus 2018. Suhariyanto menjelaskan peningkatkan harga gabah kering panen (GKP) tersebut menunjukkan stok ataupun panen di daerah mulai berkurang.

Suhariyanto memaparkan bahwa menurut catatan BPS terjadi kenaikan harga gabah di Lampung sebesar 7 persen, Jawa Tengah 8,7 persen, dan Banten 14,09 persen."Jadi, stok ini menunjukkan bahwa panen memang berkurang di berbagai daerah produksi," ujar dia.

BPS mencatat rata-rata harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani Rp 4.774 per kilogram pada Agustus 2018 atau naik 3,05 persen dibandingkan bulan lalu.

Sebaliknya, lanjut Suhariyanto, harga beras di penggilingan secara umum menunjukkan penurunan. Rata-rata harga beras kualitas medium di penggilingan Rp 9.172 per kilogram atau turun sebesar 0,28 persen (Agustus 2018 terhadap Juli 2018). "Kami sebetulnya sudah melacak hal tersebut. Bisa terjadi bahwa ketika di penggilingan itu ada menggunakan stok yang lama. Jadi gabah kering panen tidak langsung masuk waktu itu juga ke penggilingan, ada jeda waktu yang berbeda di antara daerah," ujar dia.

Ia berharap harga bahan pangan dapat dijaga agar tidak bergejolak. Sehingga laju inflasi dapat tetap terkendali hingga Desember 2018.

"Kita ke depan perlu ekstra hati-hati. Memang di beberapa bulan tertentu ada komoditas yang bergeraknya agak liar, telur ayam kemarin bermasalah di Juni dan Juli tetapi sekarang sudah mengalami penurunan secara umum," kata dia.

Suhariyanto terutama mewaspadai kelompok pengeluaran untuk komponen bahan makanan yang tercatat mengalami inflasi dari tahun ke tahun (Agustus 2018 terhadap Agustus 2017) sebesar 4,90 persen. Selain itu, inflasi untuk komponen bergejolak (volatile prices) juga perlu diwaspadai karena mengalami inflasi dari tahun ke tahun (Agustus 2018 terhadap Agustus 2017) sebesar 4,97 persen.

"Itu perlu menjadi perhatian supaya kita lebih waspada ke depan untuk menjaga agar harga pangan tidak bergejolak sehingga inflasi tetap terkendali hingga Desember 2018," ujar Suhariyanto.

Di sisi lain, Suhariyanto menyebutkan bahwa  perkembangan harga berbagai komoditas pada Agustus 2018 secara umum menggembirakan karena terjadi deflasi pertama di tahun ini yang tercatat sebesar 0,05 persen. Dengan deflasi 0,05 persen tersebut, tingkat inflasi tahun kalender (Januari-Agustus 2018) sebesar 2,13 persen dan (Agustus 2018 terhadap Agustus 2017) sebesar 3,20 persen.

Menurut catatan BPS, tahun lalu terjadi dua kali deflasi pada Maret dan Agustus, dan pada 2016 terjadi tiga kali deflasi yaitu pada Februari, April, dan Agustus. 

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement