EKBIS.CO, JAKARTA -- BPJS Ketenagakerjaan tidak secara langsung berinvestasi di sektor infrastruktur. Dana yang ditaruh di sektor infastruktur tersebut merupapakan investasi melalui pembelian Surat Berharga Negara (SBN).
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto menjelaskan, investasi langsung yang dimaksud adalah misalnya menanamkan dana pada proyek pembangunan jalan tol Sumatera. Hanya saja, SBN yang dikeluarkan pemerintah mungkin pemanfaatannya digunakan untuk sektor infrastruktur.
"Surat berharga seharusnya yang dikeluarkan oleh BUMN Karya, yang digunakan untuk membangun infrastruktur," ujar dia saat ditemui di Menara Jamsostek, Senin (3/9).
Ia menekankan, BPJS Ketenagakerjaan yang berada di bawah pemerintah melakukan investasi sesuai pada koridor regulasi yang ada.
Direktur Pengembangan Investasi BPJS Ketenagakerjaan Amran Nasution menambahkan, pengelolaan investasi dilandasi Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Nasional, UU Nomor 24 Tahun 2011, Peraturan Pemerintah (PP) 99 junto PP 55 Tentang Pengelolaan Aset BPJS Ketengakerjaan, UU Pasar Modal dan POJK 01 dan POJK 36.
"Pada POJK itu diatur kita harus menempatkan 50 persen untuk menaruhnya pada PSN (Proyek Strategis Nasional)," katanya.
Ada enam instrumen investasi yang dilakukan BPJS Ketenagakerjaan yakni deposito, saham, obligasi, investaai langsung dan properti. Dari keenamnya, hasil investasi tersebut akan dijadikan satu dan dibagikan kepada peserta 100 persen.
Dana kelola BPJS Ketenagakerjaan per Juli 2018 sebesar Rp 333 triliun. Pembagian investasi per Juli didominasi surat hutang yakni sebesar 62 persen, disusul saham sebanyak 18,5 persen, reksadana 10 persen, deposito 8,5 persen dan investasi langsung yang hanya 1 persen.
Ia mengakui adanya dana sebanyak Rp 71 triliun yang masuk ke infrastruktur melalui SBN. Namun pembelian obligasi negara merupakan investasi aman mengingat adanta jaminan pengembalian tiap tiga bulan.
"Jadi tidak ada risiko yang kita dapatkan," tegasnya.
Pengelolaan dana investasi ini pun secara transparan disampaikan tiap enam bulan sekali ke masyarakat melalui media masa. Tiap bulan, Badan Pengeloa Dana ini juga melakukan monitoring evaluasi (Monev) dengan Kementerian Keuangan dan melapor kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Bahkan melapor kepada presiden setiap enam bulan sekali," ujar dia.