EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan RAPBN 2019 disusun tidak hanya untuk menjaga momentum pembangunan. Namun, ungkap Mankeu, juga untuk mengantisipasi terjadinya gejolak global yang masih bisa terjadi hingga tahun depan.
"RAPBN tahun 2019 disusun dengan tujuan untuk tetap menjaga momentum pembangunan, namun dengan meningkatkan kewaspadaan terhadap gejolak global," kata Sri Mulyani saat menyampaikan tanggapan pemerintah atas pandangan fraksi terhadap RAPBN 2019 dalam rapat paripurna DPR di Jakarta, Selasa (4/9).
Baca juga, Hipmi: Nilai Tukar Rupiah Sudah Masuk Lampu Kuning
Sri Mulyani menjelaskan lingkungan ekonomi global yang masih menantang diperkirakan dapat memberikan dampak negatif terhadap negara-negara berkembang pada 2019. Saat ini, kebijakan normalisasi moneter dan kenaikan suku bunga oleh The Federal Reserve (Bank Sentral AS), serta perang dagang dengan China telah berimbas negatif pada banyak negara, termasuk negara berkembang.
Beberapa negara yang memiliki fondasi ekonomi rentan serta mempunyai kebijakan ekonomi tidak konsisten dengan fundamental ekonomi, juga telah mengalami krisis seperti Venezuela, Argentina, serta Turki. Dalam kondisi seperti ini, APBN sebagai instrumen untuk alokasi, distribusi maupun stabilisasi, harus dapat berjalan dengan efektif guna optimalisasi kinerja perekonomian.
"Ketiga fungsi tersebut harus makin dioptimalkan agar perekonomian Indonesia relatif tetap terjaga dan dapat menyesuaikan terhadap lingkungan normal baru," katanya.
Selain itu, Sri Mulyani memastikan RAPBN 2019 yang akan dibahas antara pemerintah dengan DPR didesain dengan sehat, adil, dan mandiri. Kesehatan RAPBN 2019 terus dijaga dengan semakin menurunkan rasio defisit anggaran serta mengarahkan defisit keseimbangan primer semakin mengecil.
Baca juga, Rupiah Melemah, Pemerintah Diminta Tekan Impor
Kemudian, keadilan dicerminkan melalui keseimbangan antara pembangunan fisik dan sumber daya manusia, antara alokasi belanja pusat dan daerah, serta penerapan sistem perpajakan yang adil, baik sebagai instrumen insentif bagi masyarakat, maupun bagi pengembangan dunia usaha.
Terakhir, aspek kemandirian diwujudkan dengan meningkatnya kontribusi penerimaan perpajakan dalam penerimaan negara serta penggunaan instrumen pembiayaan utang yang semakin menurun. Secara keseluruhan, pemerintah bersama-sama otoritas moneter maupun Otoritas Jasa Keuangan terus melakukan bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan penyesuaian terhadap tantangan baru, dengan mengurangi sumber kerentanan perekonomian Indonesia, terutama yang berasal dari defisit transaksi berjalan.