EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menuturkan, kebijakan pengendalian impor dengan melakukan penyesuaian tarif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 terhadap 1.147 barang konsumsi dari luar negeri bertujuan untuk menjaga pertumbuhan industri dalam negeri. Airlangga menuturkan, kebijakan tersebut menjadi alat untuk menaikkan utilisasi. Terlebih, Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia juga naik pada bulan Agustus.
"Artinya, masih ada geliat positif dan upaya ekspansi dari sektor industri," katanya dalam siaran pers yang diterima pada Kamis (6/9).
Tarif PPh Pasal 22 merupakan pembayaran pajak penghasilan di muka yang dapat dikreditkan dan bisa terutang pada akhir tahun pajak. Untuk itu, menurut Airlangga, kenaikan PPh impor tidak akan memberatkan sektor manufaktur.
Ongkos produksi bisa berkurang karena industri diarahkan memakai bahan baku dalam negeri. Secara jangka panjang, dampaknya dapat menciptakan kemandirian industri manufaktur nasional.
Baca juga, Menkeu: Mobil Mewah tidak Penting Bagi Republik Ini
Airlangga menegaskan, pengendalian impor menjadi momentum baik dan juga sebagai bentuk keberpihakan pemerintah guna memacu produktivitas dan daya saing industri nasional. Regulasinya tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan yang berlaku pekan depan atau tujuh hari setelah ditandatangani oleh Menteri Keuangan, Rabu (5/9).
Keberpihakan ini tentunya diapresiasi oleh kalangan industri manufaktur. Sebab, sebelumnya tidak ada keberpihakan antara barang impor dan barang domestik dengan struktur tarif yang sudah bebas. "Dengan demikian, (kebijakan ini) bisa menjadi pemacu local content," tuturnya.
Satu poin yang membedakan besaran tarif PPh 22 tersebut adalah sifat produk, baik itu yang digunakan oleh industri hulu, antara, atau hilir. Semuanya dengan mempertimbangkan ketersediaan produksi dalam negeri dan perkembangan industri nasional.
“Prinsipnya kalau belum diproduksi di dalam negeri, kami tidak utak atik, seperti bahan baku untuk industri farmasi. Jadi, ada pemilahan," kata Airlangga.