EKBIS.CO, JAKARTA – Gabungan Koperasi Produsen Tempe dan Tahu Indonesia (Gapoktindo) meminta pemerintah untuk tidak membatasi impor kedelai di tengah tren pelemahan rupiah. Sebab, tahu dan tempe sudah menjadi konsumsi rutin masyarakat dan harga kedelai impor sedang turun.
Ketua Umum Gapoktindo Aip Syarifuddin mengatakan, para pengrajin tahu dan tempe memahami situasi pelemahan rupiah terhadap dolar AS tidak hanya dialami oleh Indonesia. Negara-negara lain terutama negara berkembang pun mengalami hal serupa. Pemerintah kemudian menempuh berbagai langkah untuk menahan pelemahan rupiah agar tidak berkepanjangan.
“Atas keadaan ini, pengrajin tempe tahu anggota Kopti, Puskopti, dan Gakoptindo meminta kepada pemerintah agar tetap mengizinkan impor kedelai,” kata Aip secara tertulis kepada Republika.co.id, Jumat (7/9).
Aip mengatakan, berkaca dari arah kebijakan pada 2017, Kementerian Pertanian (Kementan) mengusulkan untuk menyetop impor kedelai. Namun, Gakoptindo menolak usulan tersebut karena produksi kedelai lokal masih sangat kurang untuk kebutuhan pembuatan tempe dan tahu. Hingga saat ini, produksi lokal tidak bisa mencukupi kebutuhan nasional.
Gakoptindo mencatat, rerata kebutuhan kedelai nasional per tahun sekitar 3 juta ton. Namun, produksi lokal baru bisa memenuhi sekitar 20 persen dari kebutuhan. “Sisanya, sekitar 80 persen berasal dari impor. Sampai saat ini seperti itu kondisinya,” ujar dia.
Ia menyadari, perkembangan harga kedelai di dunia sangat dipengaruhi oleh bursa komoditas kedelai internasional (CBOT) di Chicago, Amerika Serikat. Namun, yang terjadi pada bulan-bulan ini harga kedelai dalam tren menurun ditengak nilai dolar yang merangkak naik. Alhasil, harga kedelai impor hingga tiba di Indonesia masih dalam batas wajar.
“Pengrajin tempe tahu dibawah binaan Kopti, Puskopti, dan Gakoptindo masih tetap melakukan aktivitas produksi dan usahanya secara normal,” tuturnya.
Sejauh ini rata-rata harga kedelai impor saat tiba di Indonesia berkisar Rp 6.950-7.000 per kilogram. Aip menjelaskan, dengan harga kedelai sebesar Rp 7 ribu per kg, maka tahu dan tempe dijual dengan harga berkisar Rp 12.500-15.000 per kg. Namun, biasanya para perajin menjualnya per potong (150-200 gram) dan dihargai Rp 2.500-3.000 per potong.
Harga itu merupakan harga normal. Masa-masa kenaikan harga impor kedelai dari AS biasanya terjadi pada Mei-Agustus karena di saat bersamaan masih dalam musim tanam. Saat itu, harga kedelai bisa melonjak jika diwaktu yang bersamaan rupiah semakin anjlok.