EKBIS.CO, BEIJING -- Pemerintah Cina berjanji akan melakukan pembalasan jika Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meningkatkan tensi perang tarif mereka. Hal ini berisiko Cina akan menargetkan perusahaan-perusahaan Amerika setelah kehabisan sasaran penalti impor.
Ancaman itu disampaikan karena Trump berencana menambahkan hukuman senilai 267 miliar dolar AS atas produk-produk Cina yang masuk ke negaranya. Angka ini merupakan yang tertinggi, setelah sebelumnya negara tersebut menerapkan penalti senilai 50 miliar dolar AS dengan tarif impor 25 persen.
Setelah itu AS kembali menerapkan penalti senilai 200 miliar dolar AS. "Jika AS tetap menaikkan tarif untuk produk-produk Cina, Cina akan mengambil tindakan untuk melindungi hak dan kepentingannya yang sah," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina Geng Shuang, Senin (10/9).
Geng tidak memberikan rincian tentang kebijakan yang akan diambil sebagai pembalasan. Namun, ia mengatakan Pemerintah akan memberlakukan aturan tertentu pada Juni. Ia menyebut kebijakan yang diambil sebagai 'langkah-langkah komprehensif'.
Hal ini membuat perusahaan-perusahaan AS gelisah. Mereka mempertanyakan apakah Beijing dapat menggunakan kontrolnya untuk mengganggu kinerja operasional perusahaan-perusahaan AS. Pasalnya, AS merupakan negara yang telah mengatur perekonomiannya secara ketat.
Cina memasuki perang tarif tahap pertama dengan Washington nilai 50 miliar dolar. Tapi, neraca perdagangan mereka yang miring menandakan Beijing kehabisan impor untuk melakukan pembalasan. Tahun lalu, AS menerapkan tarif 3 dolar AS untuk tiap 1 dolar AS yang dibeli Cina.
Pada Mei, para pemimpin Cina setuju untuk mengurangi gap perdagangan itu dengan membeli lebih kedelai Amerika dan produk lainnya. Namun, mereka menolak permintaan Trump untuk menggulung kembali rencana industri resmi seperti "Made in China 2025," yang menyerukan pembentukan juara global di bidang robotik, kecerdasan buatan, dan teknologi lainnya yang dipimpin negara.
Washington, Eropa dan mitra dagang lainnya berpendapat rencana tersebut melanggar janji pembukaan pasar Beijing. Pejabat Amerika khawatir kebijakan itu akan mengikis dominasi industri AS. Tetapi para pemimpin Komunis melihat hal itu sebagai jalan Cina mencapai kemakmuran dan pengaruh global.
Ekspor Cina ke Amerika Serikat secara tak terduga meningkat dengan dua digit pada Juli dan Agustus, meskipun ada kenaikan tarif AS. Itu menambah frustrasi Washington dan mendorong lebih banyak kontrol terhadap impor.
Ekspor ke Amerika Serikat pada Agustus naik dari 13,4 persen menjadi 44,4 miliar dolar AS, meningkat dari pertumbuhan 13,3 persen pada Juli. Impor barang-barang AS meningkat 11,1 persen menjadi 13,3 miliar dolar AS. Surplus perdagangan China dengan Amerika Serikat melebar ke rekor 31 miliar dolar AS.
Cina masuk dalam perang tarif tahap dua setelah Trump mengancam akan menargetkan barang Cina senilai 200 miliar dolar AS. Cina hanya mengeluarkan daftar senilai 60 miliar dolar produk AS sebagai balasan.
Impor Chna dari Amerika Serikat tahun lalu mencapai 153,9 miliar dolar AS. Setelah tarif sebelumnya menargetkan 50 miliar dolar AS, yang menyisakan hampir 100 miliar dolar AS untuk pembalasan, atau setengah dari daftar barang senilai 200 miliar dolar AS, Trump untuk putaran kedua tarif.
Regulator Cina sejauh ini menargetkan barang pertanian dan ekspor lainnya dari negara-negara yang mendukung Trump dalam pemilu 2016. Mereka telah mencoba meminimalkan pukulan terhadap ekonomi Cina dengan memilih barang AS yang alternatifnya tersedia di tempat lain, seperti kedelai dari Brasil, gas alam dari Rusia atau babi dari Jerman.
Regulator Cina telah menunjukkan kesediaan mereka untuk menyerang perusahaan asing dalam perselisihan dengan pemerintah lain. Tahun lalu, Beijing menghancurkan bisnis pengecer Korea Selatan Lotte di Cina setelah perusahaan itu menjual lapangan golf di Korea Selatan kepada pemerintahnya untuk pembangunan sistem pertahanan rudal yang ditentang oleh para pemimpin Cina.
Beijing menutup sebagian besar 99 supermarket Lotte dan gerai lainnya di Cina. Seoul dan Beijing kemudian memperbaiki hubungan, tetapi Lotte menyerah dan menjual operasinya di Cina. Media Cina yang sepenuhnya dikontrol oleh negara juga telah mendorong boikot konsumen terhadap produk Jepang, Korea Selatan dan lainnya selama perselisihan dengan pemerintah tersebut.